Soal hadang menghadang dengan menunjukkan kesalahan pihak lain ini tampaknya akan semakin banyak kita lihat.
Kompas (1/2/2016) menyebutnya sebagai politik adu mulut. Dan Para auditor senior mengatakan, "Itu dulu. Dulu kami hanya mencari-cari kesalahan orang. Tapi kini kita mengirim early warning supaya selamat."
Namun benarkah mereka sudah berubah? Bahkan para orang tua terhadap anak-anak di rumah pun melakukannya.
Keahlian Menemukan Kesalahan
Tapi maaf ya, kalau ahlinya cuma untuk menemukan kesalahan orang lain, maka sebenarnya ini tidak sulit-sulit amat kok untuk dipelajari. Maka rasanya janggal kalau ada yang merasa bangga bangga melakukannya.
Orang dewasa kini banyak mengabaikan esensi, pura-pura tidak tahu sesuatu yang harusnya dibaca sambil berpikir lalu buru-buru menyalahkan orang lain. Seakan-akan mereka itu orang yang paling benar dan yang lain "kurang berhati-hati."
Memang sebagian adalah soal kepentingan, tapi tentu juga soal perspektif. Amat sangat tergantung dari misi atau posisi di mana seseorang berada.
Sebagai orang yang lebih tua, Anda lah yang menentukan benar-salahnya anak-anak yang masih belia.
Sebagai guru dialah yang berada dalam posisi kebenaran. Demikian juga sebagai auditor, penegak hukum, pembuat undang-undang, dan regulator. Bahkan saat anda menjadi pemilik uang, atasan, atau pejabat.
Masalahnya, kebenaran itu sebenarnya tidaklah berlaku sesempit itu. Sebab, kebenaran perspektif itu akan lebih banyak menghasilkan keributan, perpecahan, dan kemunduran ketimbang kemajuan. Itu sebabnya manusia butuh kebijakan yang terbentuk dari multiperspektif.
Regulasi itu baru akan powerful dan menjadi bermanfaat kalau mereka pernah duduk dan tahu betapa susahnya berada di posisi pelaku usaha atau profesional yang dipersulit.
Demikian pula bagi pihak-pihak yang berseteru, memahami dan melihat dari sudut yang berbeda akan membuat manusia lebih dewasa dan lebih mampu menjawab tantangan zaman.
Dan andaikan ia berada di posisi lain, barangkali ia juga belum tentu mampu menjalankannya.
Saya berani menjamin tak ada satu pun aparat penegak hukum yang bisa membuat televisi seperti Kusrin. Dan seandainya pun mampu, saya pun percaya mereka akan menghadapi kesulitan yang sama dalam menghadapi aparat penegak hukum atau mengurus seritifikat-sertifikat usaha.
Saya pun berkeyakinan serupa, bahwa tak banyak ilmuwan yang mempunyai ketertarikan dan mampu membuat produk-produk seperti yang dilakukan oleh Tawan.
Ya, kita semua baru hanya mampu sebatas pada menemukan kesalahan hasil kerja orang lain.
Seperti yang kini sedang ramai diperdebatkan: mulai dari upaya polisi menangkap tersangka penabur racun sianida, sampai kebijakan Presiden untuk menjalankan pembangunan kereta cepat. Itulah kehebatan semu yang masih kita agungkan.