Sayangnya, kenaikan harga pangan tidak juga mendongkrak daya beli produsen atau petani.
Pasalnya, kenaikan harga pangan diyakini Enny, hanya dinikmati level pedagang.
Jadi, kata Enny, hal ini lah yang menyebabkan penurunan daya beli, sekaligus memperlebar kesenjangan.
Dipicu Kebijakan Kementan
Lebih jauh Enny mengatakan, kenaikan harga pangan yang hanya dinikmati oleh pedagang, disebabkan buruknya tata niaga.
“Tata niaga ini memang masalah klasik. Tapi masalah ini diperparah oleh kebijakan kementerian teknis yang terlalu percaya diri,” kata dia.
Sebelum tahun 2015, imbuh Enny, karut-marutnya tata niaga lebih banyak disebabkan oleh Kementerian Perdagangan yang banyak membuat kebijakan impor tidak tepat.
“Tahun 2015, persoalan justru banyak dipicu oleh Kementan, sehingga memicu fluktuasi harga,” tegas Enny.
Enny mencontohkan soal tata niaga beras. Berulang kali kementerian di bawah komando Andi Amran Sulaiman itu menegaskan, pasokan beras dalam negeri cukup.
Padahal realitasnya, komoditas tersebut tidak ada di lapangan.
“Sehingga kita tidak antisipasi dengan impor, misalnya. Dampaknya, terjadi fluktuasi harga," katanya.
"Jagung juga demikian, malah minta distop impornya. Sehingga menyebabkan fluktuasi di harga pakan, yang ujungnya melambungkan harga daging ayam,” pungkas Enny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.