Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Sejarah Yang Berulang, Sulitnya Menurunkan Bunga Kredit di Indonesia

Kompas.com - 24/02/2016, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorM Fajar Marta

JAKARTA, KOMPAS.com - Seminggu ini, ramai dibicarakan upaya otoritas fiskal (pemerintah), otoritas moneter (Bank Indonesia), dan otoritas perbankan (Otoritas Jasa Keuangan) untuk menurunkan suku bunga kredit yang teramat tinggi di Indonesia.

Berbagai cara akan ditempuh oleh masing-masing pihak sesuai kewenangannya.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian  BUMN akan mendorong penurunan suku bunga dengan memaksa lembaga-lembaga yang bisa dikoordinasikan pemerintah untuk tidak meminta bunga deposito yang tinggi kepada bank saat menyimpan dananya di perbankan.

Lembaga-lembaga itu antara lain BUMN dan pemerintah daerah.

Bank Indonesia akan menggunakan instrumen moneter seperti BI rate dan giro wajib minimum (GWM) untuk mendorong penurunan suku bunga.

Sementara OJK akan memberikan insentif pada bank yang mampu meningkatkan efisiensi. Tujuannya sama, untuk mendorong turunnya suku bunga kredit.

Tujuan dari semuanya adalah menurunkan bunga kredit hingga mencapai 7 persen pada akhir 2016.

Sebab, menurut Wapres Jusuf Kalla, Indonesia hanya bisa bersaing dengan negara-negara tetangga jika bunga kredit berada di level satu digit (single digit).

Saat ini bunga kredit masih dua digit (double digit) yakni rata-rata 12,83 persen per tahun.
(Baca : Semangat Memerangi Suku Bunga Tinggi dan Kebiasaan yang Sulit Diubah)


BI/M Fajar Marta Perkembangan Suku Bunga

Belum bisa dipastikan apakah cara-cara itu akan efektif atau tidak. Targetnya terlalu ambisius atau tidak.

Sebab, belajar dari sejarah, cara-cara itu juga pernah digunakan sebelumnya oleh pihak yang sama, namun hasilnya tidak pernah optimal sehingga bunga kredit tetap tinggi hingga sekarang.

Pada Agustus 2009 misalnya, Bank Indonesia yang saat itu masih memiliki kewenangan mengawasi perbankan karena belum ada OJK, pernah mengultimatum perbankan agar tidak memberikan bunga deposito yang tinggi kepada nasabah.

Bank Indonesia berjanji akan memantau dan mengawasi secara ketat kewajaran bunga deposito.

Saat itu, bank-bank besar dipatok hanya bisa memberikan bunga deposito sebesar 8 persen per tahun.

"BI akan mengawasi dan memantau dari hari ke hari," kata Darmin Nasution yang saat itu menjabat Deputi Gubernur Senior. Saat ini Darmin menjabat Menko Perekonomian, pihak yang juga terlibat dalam upaya menurunkan suku bunga kredit.

Adapun pemerintah, melalui Kementerian Negara BUMN, akan memantau perilaku sejumlah BUMN yang menjadi deposan besar, apakah kerap menekan bank untuk mendapatkan bunga yang lebih tinggi dari pasar.

"Kami akan mendukung upaya penurunan suku bunga," ujar Menteri Negara BUMN saat itu Sofyan Djalil.  Yang bersangkutan kini menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Adapun kini, Menteri BUMN dijabat Rini Soemarno.

Berikutnya pada November 2009, Bank Indonesia berencana menekan bank agar mempersempit rentang bunga antara bunga deposito dan bunga kredit.

Darmin Nasution selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia sekaligus Pejabat Sementara Gubernur BI mengatakan, langkah awal untuk mengimplementasikan rencana itu, BI kini mengumpulkan data dan melakukan riset guna mengetahui faktor- faktor yang menyebabkan rentang bunga deposito dan bunga kredit di Indonesia teramat lebar.

Selain itu, kata Darmin, BI juga akan meneliti mengapa rentang bunga di negara-negara tetangga bisa lebih kecil.

Setelah langkah-langkah itu dilakukan, selanjutnya BI akan melakukan serangkaian kebijakan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan tingginya rentang bunga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com