Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pungut Iuran dari Karyawan Swasta, UU Tapera Terus Picu Gelombang Kritik

Kompas.com - 24/02/2016, 22:03 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Baru saja disahkan, tetapi Undang-Undang (UU) tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) banyak menuai kritik dan keberatan.

Bahkan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah memastikan akan melakukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam aturan itu, pekerja swasta akan dipungut iuran sebesar 3 persen dari gajinya untuk tabungan perumahan.

Wakil Sekretaris Umum Apindo Iftida Yasar mengatakan, proses untuk melakukan uji materi tersebut saat ini dalam tahap persiapan dan meminta masukan dari beberapa pihak untuk penguatan.

"Kalau anjuran kami tidak didengar, satu-satu jalannya judicial review," kata Iftida, Rabu (24/2/2016).

Beberapa poin dalam UU Tapera yang menjadi keberatan dari Apindo, salah satunya terkait dengan skema iuran dari program Tapera.

Menurut Apindo, penyediaan perumahan bagi masyarakat merupakan kewajiban negara melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sehingga tidak melulu membebankan swasta.

Skema penyediaan rumah yang diamanatkan dalam UU Tapera ini juga dinilai double program. Pasalnya, dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan telah ada fasilitas penyediaan perumahan.

Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan Perundang-Undangan DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Ignesjz Kemalawarta mengatakan, pihaknya mendukung adanya UU Tapera ini sebagai upaya untuk mengurangi backlog atau angka kebutuhan rumah yang masih besar, yakni 15 juta unit.

Untuk memberikan insentif bagi pemberi kerja dan pekerja dalam menjalankan UU ini, REI mengusulkan beberapa solusi agar tidak menjadi beban pengiur.

Pajak akibat peran pemberi kerja dapat tax deductible dan bagi pekerja mengurangkan perhitungan PPh 21.

Meski demikian, REI tetap memberi masukan atas peran manajer investasi (MI) yang akan berperan memupuk dana anggota.

Ignesjz menuturkan, untuk mengoptimalkan dan tidak melenceng dari konsep awal tentang penyediaan rumah, dana yang terkumpul difokuskan dahulu untuk pembangunan perumahan. Oleh karenanya, dalam waktu dekat program ini tidak diperlukan MI.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mengatakan, UU Tapera berpotensi cacat formal. Hal tersebut dikarenakan DPD tidak dilibatkan dalam proses pembahasan UU ini.

Dari sisi substansi, UU Tapera juga belum melibatkan semua pemangku kepentingan di masyarakat. Dengan demikian, hal itu terkesan terburu-buru dan hasilnya tidak sesuai dengan harapannya.

UU Tapera itu harus berpihak kepada masyarakat luas, bukan hanya segelintir pihak, seperti sektor keuangan semata. "Seharusnya manfaatnya itu kan kepada rakyatnya dalam pengadaan rumahnya, bukan pada pengelolaan keuangan dalam tabungan itu," kata Irman.

Ketua Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (USU) Jakarta dan Sekitarnya Chazali Situmorang menambahkan, pengelolaan dana Tapera juga tidak ideal.

Dia mencontohkan, alokasi dana Tapera untuk pengadaan tanah hanya 5 persen. Padahal, dalam kenyataannya, masalah tanah yang paling sulit didapat karena harganya yang terus melambung tinggi. (Handoyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com