Kali ini, keduanya berseberangan dalam memandang pengembangan Blok Masela. Rizal ingin Blok Masela dikembangkan dengan cara onshore atau membangun kilang LNG di darat.
Sementara itu, Sudirman ingin sebaliknya, yakni secara offshore atau dengan membangun kilang LNG di tengah laut.
Rupanya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mempunyai cerita awal mula munculnya silang pendapat antar-menteri itu. "Cerita onshore atau offshore itu 2008," ujar Amien dalam acara diskusi tentang Blok Masela di Gedung MPR, Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Jauh sebelum itu, kontrak Blok Masela antara pemerintah dan Inpex terjadi pada 1998 silam. Dua tahun berselang, Inpex menemukan lapangan gas abadi di Blok Masela.
Hingga 2008, proposal pengembangan Blok Masela baru diserahkan kepada pemerintah. Saat itu, kata Amien, perdebatan untuk menentukan arah pengembangan Blok Masela juga muncul seperti saat ini.
Namun, Dirjen Migas saat itu, yakni Evita Legowo, menunjuk konsultan untuk mengkaji dua opsi pengembangan lapangan gas di Maluku itu.
Setelah hal itu dikaji, lanjut Amien, pada 2010, pemerintah memutuskan untuk mengembangkan Blok Masela dengan skema LNG terapung atau offshore.
Dalam proposal rencana pengembangan wilayah atau plan of development (PoD), cadangan terbukti Blok Masela hanya 6,05 triliun kaki kubik (tcf) dan kapasitas floating liquefied natural gas (FLNG) 2,5 juta ton per tahun selama 30 tahun.
Adapun produksi gas hanya 400 mmscfd dan kondensat 8.100 barrel per hari (bph). Dua setengah tahun berselang, tutur Amien, Inpex merevisi proposal PoD dengan mengajukan cadangan terbukti sebesar 10,73 juta kaki kubik (tcf).
Kapasitas FLNG pun meningkat menjadi 7,4 juta ton per tahun selama 24 tahun. Produksi gas juga mengalami peningkatan menjadi 1.200 mmscfd dan kondensat 24.460 bph.
Amien mengakui, saat itu SKK Migas ragu mengambil keputusan. Namun, setelah dikaji, proposal itu pun disetujui. Namun, kata dia, sesuatu tiba-tiba saja terjadi.
"Kemudian, saya rekomendasikan ke Menteri ESDM. Sebelum menteri mengeluarkan persetujuan, tiba-tiba ada ribut-ribut," kata Amien.
Ya, yang dimaksud Amien dengan ribut-ribut ialah pernyataan keras Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli tentang rencana pengembangan Blok Masela dengan cara onshore itu.
Akhirnya, lanjut dia, Menteri ESDM meminta SKK Migas dan Ditjen Migas mencari konsultan independen internasional untuk mengkaji proposal Inpex itu.
Berselang sebulan, Desember 2015 lalu, SKK menyerahkan rekomendasi pengembangan Blok Masela kepada Sudirman Said. Ternyata, rekomendasi SKK Migas tetap sama, yakni menyetujui pengembangan Blok Masela dengan offshore.
Semenjak rekomendasi itulah, perbedaan pandangan Sudirman Said dengan Rizal Ramli terus berkecamuk.
Di media, Rizal menyebut Sudirman sebagai menteri "keblinger".
Sementara itu, Sudirman yang awalnya tak terlalu memedulikan kritikan koleganya itu mulai reaktif.
Presiden Jokowi pun turun tangan dan menginstruksikan keduanya untuk tidak mengumbar perbedaan pandangan di luar sidang kabinet. Namun, ternyata hal itu tak ampuh.
Akhir pekan lalu, dalam acara diskusi, Sudirman kembali menyinggung persoalan Masela.
Bahkan, dia mengatakan, ada orang yang dia sebut sebagai "Pendekar Tua" yang menyebarkan informasi palsu tentang Blok Masela ke media. (Baca: Menteri ESDM Sindir "Pendekar Tua" yang Salah Turun Gelanggang)
Awal pekan ini, Sudirman sekali lagi menyindir orang yang dia anggap menghambat keputusan pengembangan Blok Masela.
Meski tidak menyebut nama, dia menyebut orang itu adalah koleganya di pemerintahan. (Baca: Merasa Dihambat oleh Kolega di Pemerintahan, Sudirman Said Sebut Lebih Enak Lawan Mafia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.