Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Murniati Mukhlisin
Praktisi Ekonomi Syariah

Pakar Ekonomi dan Bisnis Digital Syariah/Pendiri Sakinah Finance dan Sobat Syariah/Dosen Institut Tazkia

Bank Makanan, Sebuah Kepedulian

Kompas.com - 11/03/2016, 17:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sekitar 13 juta orang di Inggris dinyatakan hidup di bawah garis kemiskinan. Ironis memang, negara yang masuk dalam kategori negara maju dan berpengaruh ini masih bicara soal kelaparan.

Pameo ‘yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin’ sangat nyata di Inggris, yang menurut Cooper dkk, 2010 adalah buah dari mengakarnya neoliberalisme di Inggris hasil dari kebijakan ekonomi neoliberal oleh iron lady Margaret Thatcher.

Thatcher memegang jabatan Perdana Menteri Britania Raya dari tahun 1979 hingga tahun 1990

Siapakah yang miskin itu?

Data Office for National Statistics menunjukkan bahwa seseorang masuk kategori miskin atau berpendapatan rendah jika pendapatannya kurang dari 16.000 pound per tahun atau 1.333 pound per bulan (sekitar Rp 27 juta per bulan).

Tentu saja melonjaknya kemiskinan ini tidak tiba-tiba. Krisis ekonomi Eropa baru-baru ini memberikan dampak bagi Inggris. Bebasnya masyarakat Eropa masuk ke negara ini menjadikan lowongan kerja makin kompetitif.

Tambahan, jika imigran maupun penduduk lokal tergolong kelompok pendapatan rendah maka mereka berhak mendapatkan tunjangan dari pemerintah antara lain berupa bantuan sewa rumah, tunjangan pengangguran (unemployment benefits) dan tunjangan anak-anak.

Mau tidak mau dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin lesu, pemerintah terpaksa memangkas beberapa bantuan untuk kesejahteraan rakyat.

Akibatnya keluarga pendapatan rendah kalang kabut untuk menutupi biaya hidupnya termasuk makanan sehari sehari.

Ditambah dengan gaya hidup yang makin tinggi akibat godaan  konsumerisme yang makin dahsyat.

Solusi

Banyak individu atau lembaga sosial yang kemudian berinisiatif menawarkan solusi antara lain menampung makanan yang disebut ‘bank makanan’ (food bank).

Trussel Trust misalnya sebuah organisasi sosial di Inggris yang didirikan pada tahun 1997 fokus menampung makanan untuk kemudian dibagikan kepada individu atau keluarga miskin minimum selama tiga hari.

Menurut website Trussel Trust, tahun 2014-2015 organisasi ini sudah menyuplai makanan kepada sebanyak 1.084.604 orang termasuk di dalamnya ada sebanyak 396.997 anak-anak. Operasi pembagian dilakukan di 420 titik bank makanan di seluruh Inggris.

Program sejenis ini dipercayai mengurangi tindakan kriminal, kehilangan tempat tinggal, kekacauan rumah tangga, dan sakit mental.

Lihat saja pengakuan salah seorang penerima makanan dari bank makanan: ‘If there was no foodbank I’d have to steal something to feed my family' ‘Jika tidak ada bank makanan, saya mungkin sudah mencuri untuk memberi makan keluarga saya’(Andover Jamie, penerima jasa bank makanan).

Setelah menerima donasi makanan kaleng atau makanan dalam kemasan dari publik, para sukarelawan memilah dan mengumpulkan hanya yang masih layak dimakan dan tidak kadaluarsa.  

Kemudian tim sukarelawan dokter menentukan kadar nutrisi yang dipastikan ada dalam kemasan. Dengan kupon makanan maka para keluarga miskin ini akan mengambil makanan tersebut dari bank makanan terdekat.

Ternyata bank makanan pertama di dunia adalah St. Mary's Food Bank, dimulai pada tahun 1967 di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat.

Tetapi 1400 tahun yang lalu food dan juga welfare bank yang bernama baytulmaal sudah dimulai oleh Rasulullah SAW yang diteruskan oleh para pemimpin umat setelahnya.

Kita sudah membaca atau mendengar kisah Umar bin Khattab yang mengambil sekarung gandum dari baytulmaal yang kemudian memikul serta memasaknya sendiri untuk sebuah keluarga yang sedang kelaparan di suatu malam.

Bagaimana Indonesia?

Sudah banyak kita dengar individu, sekelompok masyarakat dan berbagai lembaga sosial membagi-bagikan makanan gratis namun sifatnya insidental atau sekali-kali jika ada bencana alam atau di bulan atau hari tertentu misalnya Ramadhan, hari-hari ketika membayar fidyah atau nazar.

Tetapi orang miskin bukan hanya butuh makanan saat hari hari tertentu saja, mereka perlu dibantu secara berkesinambungan. 

Ide bank makanan ini mungkin dapat ditiru untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia paling tidak sebagai pertolongan pertama (first aid) yang jelas–jelas adalah tanggung jawab Muslim terhadap sesamanya, lihat QS Al-Ma’arij (70): 24-25: dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan tidak meminta.

Menurut Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, ayat ini menganjurkan untuk membuang sifat kikir dan rakus serta menumbuhkan sifat saling menjamin dan menanggung.

 Selain semangat, tentunya ada sistem yang harus dibangun dengan mengedapankan profesionalisme sebuah bank makanan.

Di kota New York misalnya, The Food Bank for New York City yang merupakan lembaga bank makanan terbesar di Amerika meminta insinyur Toyota meningkatkan efisiensi kerja mereka selama ini. 

Alhasil program Kaizen di Bank Makanan tersebut menunjukan beberapa perbaikan, diantaranya: memangkas waktu tunggu untuk makan malam, dari 90 menit menjadi 18 menit, mengurangi waktu yang digunakan orang untuk mengisi kantung makanan dari 11 menit menjadi 6 menit, serta mengepak 1 buah kotak dari 3 menit menjadi 11 detik.

Dalam kesempatan ini pesan Sakinah Finance adalah untuk mengingatkan penulis secara pribadi dan kita semua yang telah banyak diberikan nikmat, rahmat dan karunia oleh Allah SWT melalui keuangan keluarga yang biidznillah makin lebih baik dari waktu ke waktu.

Mari kita perbanyak lagi infaq dan shadaqah keluarga kita dan mari kita hilangkan sifat mubazir karena jutaan orang di luar sana yang saat ini kelaparan.  

Sifat menyia-nyiakan makanan atau masuk kategori mubazir ini akan dibahas khusus di tulisan Sakinah Finance yang akan datang, Layyina akan bercerita tentang ‘Let’s declare war on waste’, tunggu tanggal mainnya.

Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com