Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Bunga Kredit Single Digit dan Hambatan Psikologis Bank Sentral

Kompas.com - 14/03/2016, 17:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Nah, pergerakan LPS Rate sendiri mengikuti BI rate sebagai suku bunga induk di negeri ini. Besaran LPS biasanya selalu sama atau di atas BI Rate.

Dengan demikian, besaran suku bunga deposito biasanya berada dalam rentang BI rate dan LPS Rate. Adapun pergerakan dalam rentang tersebut tergantung kondisi likuiditas.

Jika likuiditas mengetat, biasanya bunga deposito agak menjauh dari BI rate meskipun masih berada di bawah LPS rate. Sebaliknya jika likuiditas melonggar, bunga deposito akan mendekati BI Rate.

Pada September 2014 misalnya, saat BI rate berada di posisi 7,5 persen, suku bunga deposito 1 bulan mencapai 8,5 persen.  Ini terjadi saat likuiditas mengetat.

Jika likuiditas agak longgar seperti saat ini, selisih bunga deposito sama dan BI rate hanya 0,25 persen poin atau 25 basis poin.

Dalam 3 tahun terakhir, rentang bunga deposito dengan BI rate berkisar 0 – 100 basis poin.

Mengapa bunga deposito selalu di atas atau sama dengan BI Rate?

Ini terjadi karena perbankan harus menjaga agar deposan tetap menempatkan dananya di perbankan.

Jika bunga deposito berada di bawah BI rate, maka berinvestasi pada deposito akan dianggap tidak menarik lagi. Deposan akan menarik dananya dari bank dan menempatkannya di instumen keuangan lain yang lebih menguntungkan.

Akibatnya, bank akan kekeringan likuiditas sehingga berkurang kemampuannya dalam menyalurkan kredit.

Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa bunga deposito sangat tergantung pada pergerakan BI rate.

Maka, untuk menurunkan harga pokok dana, tidak ada jalan lain, kecuali dengan menurunkan BI Rate.

Lalu bagaimana caranya menurunkan BI rate?

BI rate merupakan instrumen moneter untuk memengaruhi ekspektasi inflasi ke depan.

Dalam menetapkan BI rate, BI melihat perkembangan inflasi saat ini dan target inflasi mendatang sebagai faktor utama.

Misalnya, pada bulan Februari 2016, terjadi deflasi 0,09 persen dibandingkan Januari 2016. Deflasi ini merupakan sinyal bahwa perekonomian tengah lesu.

Deflasi terjadi karena harga-harga barang menurun akibat anjloknya permintaan barang oleh masyarakat.

Deflasi yang terjadi pada bulan Februari 2016 telah memberi ruang pada BI untuk melonggarkan BI rate sehingga sasaran inflasi pada akhir 2016 sebesar 4 persen plu minus satu persen dapat tercapai.

Inflasi yang menjadi jangkar atau patokan bank sentral untuk menetapkan suku bunga adalah inflasi inti, yakni inflasi yang dibentuk oleh ekspektasi masyarakat dan nilainya cenderung tidak bergejolak.

Inflasi inti tidak termasuk harga-harga makanan pokok yang cenderung fluktuatif (volatile food) dan harga komoditas yang dikendalikan pemerintah seperti bahan bakar minyak (administered price).

Inflasi inti dijadikan patokan karena inilah inflasi yang bisa menggambarkan kondisi sesungguhnya. Jadi sebenarnya, inflasi yang benar-benar bisa diarahkan BI adalah inflasi inti.

Adapun inflasi umum sulit dikendalikan BI karena faktornya berada di luar kendali BI.

Harga pangan yang bergejolak misalnya, sangat tergantung pada produksi petani dan manajemen impor yang dilakukan pemerintah.

Fluktuasi harga BBM juga sangat tergantung perkembangan harga minyak di pasar global dan keputusan pemerintah.

Nah, jika dilihat dari pergerakan historical inflasi inti dan BI rate sejak dulu sampai sekarang, BI cenderung menetapkan BI rate 250 – 350 basis poin di atas inflasi inti.

Pada Februari 2016, berdasarkan data BPS, inflasi inti sekitar 3,59 persen, sementara BI rate berada di posisi 7 persen. Dengan demikian, ada rentang (spread) sebesar 341 basis poin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com