(Baca: Facebook, Google, dan Twitter Akan Dipaksa Bayar Pajak di Indonesia)
Managing Director Google Indonesia Tony Keusgen mengungkapkan pihaknya menghormati rencana pemerintah tersebut.
"Yang jelas kami menghormati. Namun, kami belum bisa berkomentar lebih lanjut mengenai kebijakan perpajakan pemerintah Indonesia," ujarnya saat berkunjung ke redaksi Kompas.com, Senin (15/3/2016).
Sebelumnya pemerintah menyatakan tengah menyiapkan mekanisme pemungutan pajak bagi pengembang sosial media dan pengembang jasa layanan berbasis internet.
Beberapa layanan yang akan dikejar pajaknya antara lain Facebook, Google, Skype, Line, BBM, dan sebagainya.
Pasalnya, layanan berbasis OTT ini dinilai memiliki potensi penerimaan bagi negara. Namun, Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonoegoro mengatakan, para pengembang layanan ini harus memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia sebagai subyek pajak.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Mekar Satria Utama menambahkan, para pengembang perusahaan-perusahaan tersebut akan dikenakan pajak jika memiliki penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
Selain itu, pengenaan pajak akan dilakukan jika mereka bertindak sebagai penjual barang dan jasa di Indonesia. Seperti yang bisa dilihat di laman facebook. Saat ini, banyak yang memanfaatkan situs jejaring sosial ini untuk menjual produk atau jasa.
PPh, menurut Mekar, harus dilihat dulu apakah si perusahaan pengembang layanan mendapat keuntungan dari pemasangan iklan tersebut. Termasuk, dalam menyediakan sarana untuk transaksi penjualan.
"Perlu dilakukan pembahasan secara intensif dengan mereka atau dilakukan audit," jelasnya.
Pada prinsipnya, lanjut dia, mekanisme pemungutan pajak akan disesuaikan dengan Undang-Undang Perpajakan serta Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) bila ada.