Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyaris di Seluruh Dunia, Nilai Batubara Masih Tak Ekonomis

Kompas.com - 18/03/2016, 15:15 WIB

KOMPAS.com - Nyaris di seluruh dunia, nilai batubara saat ini terhitung masih tak ekonomis. Lantaran kenyataan itu, menurut catatan laman Bloomberg pada Kamis (18/3/2016), perusahaan-perusahaan besar pertambangan batubara di Amerika Serikat, China, Australia, bahkan Indonesia, melakukan peninjauan ulang portofolio bisnis mereka.

Di Amerika Serikat, Bloomberg menyoroti perusahaan tambang batubara terbesar Peabody Energy Corp. Melorotnya harga batubara hingga 50,15 dollar AS per metrik ton untuk pengiriman Mei 2016 membuat utang perusahaan itu kian jumbo hingga menyentuh 6,3 miliar dollar AS. Perusahaan itu pun terancam bangkrut.

Tak hanya itu, para analis di Negeri Uwak Sam tersebut pun mengatakan bahwa Peabody sudah kehilangan 98 persen nilai pasarnya sepanjang 12 bulan ke belakang. Sementara, para pesaing Peabody juga berada di jurang kebangkrutan. Mereka adalah Walter Energy Inc, Alpha Natural Resources Inc, dan Arch Coal Inc.

Para analis itu juga memetakan bahwa ada empat pemicu merosotnya nilai batubara. Keempat pemicu itu adalah anjloknya permintaan pasar, utang perusahaan yang menumpuk, ketatnya regulasi lingkungan, serta kian murahnya harga gas alam.

Di sisi lain, andai dihitung-hitung, harga batubara sejak 2011 sudah turun hingga 75 persennya. Sementara, pasar batubara AS pun susut drastis mencapai 6 miliar dollar AS dari posisi pada 2011 di angka 70 miliar dollar AS.

Karyawan

Catatan datang juga dari laman apbi-icma.org yang dikelola Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Lembaga itu mengunggah informasi kondisi bisnis pertambangan batubara di China. Sejak 1 Maret 2016, menurut data dari Kementerian Sumber Daya Manusia dan Keamanan Sosial China, sudah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor batubara dan baja hingga 1,8 juta orang. Rinciannya, kata Menteri Yin Weimin, 1,3 juta karyawan sektor pertambangan batubara dan 500.000 karyawan dari sektor baja.

Menghadapi kondisi itu, pemerintah China memilih tak tinggal diam. Pemerintah China sudah mengalokasikan dana hingga 100 miliar yuan atau setara dengan 27 miliar dollar AS untuk penanggulangan masalah PHK, khususnya pada kedua sektor itu.

Sementara itu, menurut pandangan Direktur Eksekutif  Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Sahala, di laman tersebut, perusahaan-perusahaan sektor tambang dan migas skala global mulai meninjau ulang portofolio bisnis mereka di Indonesia. Bila dimungkinkan, mereka akan fokus ke lokasi-lokasi pertambangan mereka di negara lain yang lebih mendatangkan keuntungan.

Di Indonesia, terkini, sudah lebih dari 125 perusahaan di Kalimantan Timur yang tidak beroperasi. Dampaknya, ribuan orang berpotensiterkena PHK. Gelombang PHK bakal terus terjadi mengingat harga komoditas energi masih memburuk.

Ihwal masih terpuruknya harga batubara juga menjadi salah satu perhatian BHP Billiton sebagaimana dikatakan Imelda Adhisaputra. Di dalam laman perusahaan asal Australia itu, bhpbilliton.com, Imelda yang juga Director of Corporate Affairs mengatakan bahwa secara global, bisnis batubara memang dalam kondisi kurang baik. Maka dari itulah, perusahaan yang berdiri lebih dari 130 tahun itu juga memilih mengkaji serta meninjau ulang nilai keekonomian proyek-proyeknya.

Di Indonesia, BHP Billiton memegang konsesi pertambangan batubara melalui PT Indomet Coal. Saat ini Indomet Coal memegang tujuh Konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) proyek batubara di Kalimantan, yakni PT Lahai Coal, PT Ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal dan PT Maruwai Coal. Sebagian besar mereka menambang batubara jenis batubara metalurgi atau batubara yang dimanfaatkan untuk pengolahan logam.

Sementara, sejak semester II 2015, PT Lahai Coal melalui Tambang Haju memulai operasinya di Indonesia. Target produksi tambang itu adalah 1 juta ton batubara per tahun. Di tambang yang terletak di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah itu, BHP Billiton membenamkan investasi hingga 66 juta dollar AS atau sekitar Rp 549 miliar.

Selanjutnya, menurut data dari laman tambang.co.id, pada 7 Maret 2016, harga batubara metalurgi punya potensi untuk membaik. Pasalnya, China, sebagai salah satu produsen batubara metalurgi terbesar dunia, mengurangi pasokannya. China masih menghadapi mahalnya biaya pertambangan karena pelemahan ekonomi.

Ihwal harga tersebut, Harian Economic Times India mencatat bahwa harga batubara metalurgi pada 2011 mencapai angka 330 dollar AS per ton. Menurut media itu, harga tersebut adalah puncak tertinggi sepanjang lima tahun ke belakang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com