Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanri Abeng: "Holding"-isasi Memperkuat BUMN dan Lebih Efisien

Kompas.com - 28/03/2016, 19:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tanri Abeng, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 1998-1999, berkomentar mengenai rencana holding-isasi BUMN yang terus saja tersendat pelaksanaannya dari era Presiden Soeharto hingga era Presiden Joko Widodo.

Menurut dia, sejak 1999, sudah ada masterplan agar BUMN di Indonesia menjadi lebih berskala luas dan efisien sehingga bisa bersaing dengan luar negeri.

"Untuk Kementerian BUMN, Indonesia sudah ada sejak 1998, sementara di China baru ada di 2003, tetapi sudah sangat powerful," kata dia kepada Kompas.com, Senin (28/3/2016).

Untuk melaksanakan merger antar-BUMN agar terbentuk satu BUMN yang kuat, ada dua cara yang bisa dilakukan di Indonesia. Pertama, cara legal merger. Kedua, cara virtual holding.

Cara pertama misalnya dilakukan dengan melebur empat bank jadi satu entitas Bank Mandiri. Sementara itu, virtual holding dilakukan dengan manajemen holding di tangan dewan khusus untuk mempersiapkan diri menuju legal merger.

"Legal merger pasti makan waktu, antara opsi setuju dan tidak setuju. Oleh karena itu, perlu dibentuk virtual holding terlebih dahulu," kata dia.

Dengan virtual holding, manajemen antar-BUMN yang akan dijadikan satu bisa dipelajari. Kemudian, mereka akan menemukan titik agar BUMN ini bisa lebih efisien dan efektif dalam menjalankan bisnisnya.

Dari kacamata Tanri Abeng, BUMN yang seharusnya segera dibuat holding atau merger adalah BUMN pupuk dan semen, perkebunan, energi, serta perbankan.

"Kunci holding-isasi BUMN sebenarnya ada di menteri BUMN," kata Tanri. Pada 1998-1999, ia sebagai Menteri BUMN berani menyatukan empat bank menjadi Bank Mandiri, yang saat ini menjadi bank terbesar di Indonesia.

Tanri melanjutkan, Menteri BUMN berperan penting dalam memutuskan merger BUMN atau berbentuk virtual holding. Bila berbentuk virtual holding pun, menteri BUMN-lah yang memiliki kunci untuk menunjuk tim semacam direksi khusus yang memiliki kewenangan khusus untuk memfasilitasi legal merger ke depannya.

Rencana Jokowi vs Kementerian BUMN

Pemerintahan Presiden Joko Widodo menginginkan pembentukan holding BUMN yang kuat agar bisa bersaing di pasar global, seperti halnya BUMN Temasek di Singapura.

Pembentukan holding akan menciptakan efisiensi di BUMN sehingga tidak bergantung dari dana APBN.

Sejauh ini, Presiden Joko Widodo mendorong kajian holding atas enam BUMN di sektor pertambangan, energi, perbankan, infrastruktur, dan energi terbarukan.

Sementara itu, Kementerian BUMN berencana merealisasikan pembentukan holding pada tujuh sektor BUMN, seiring dengan Peta Jalan BUMN 2015-2019. Dengan demikian, jumlah BUMN akan susut menjadi 85 unit dari 119 BUMN yang ada saat ini.

Tujuh sektor tersebut adalah holding logistik dan perdagangan, perkebunan, farmasi, perkapalan, konstruksi dan infrastruktur, tambang, serta pertahanan strategis.

Sebagai gambaran, holding konstruksi dan infrastruktur akan meliputi PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Hutama Karya, PT Wijaya Karya, PT Nindya Karya, PT Amarta Karya, PT Istaka Karya, PT Brantas Abipraya, PT Virama Karya, PT Indah Karya, PT Yodya Karya, PT Bina Karya, dan PT Indra Karya.

Kompas TV 4 Bank BUMN Kompak Garap E-Toll

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com