Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andre Rahadian, S.H., LL.M., M.Sc.
Pengamat ekonomi

Partner dan salah satu Founder di Kantor Hukum Hanafiah Ponggawa & Partners

Perlunya Kesetaraan Akses Pendanaan dalam Pembangunan

Kompas.com - 29/03/2016, 14:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Presiden Indonesia, Joko Widodo, sudah mencanangkan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan fokus pemerintahannya sampai 3 tahun ke depan. Pembangunan infrastuktur membutuhkan dana yang sangat besar dengan rentang pembangunan yang cukup panjang.

Resiko kegagalan ataupun rugi juga sangat besar apabila dilakukan oleh pihak swasta, itulah kenapa untuk beberapa proyek infrastuktur peran pemerintah sangat dominan.

Tidak semua kebutuhan dana dapat dipenuhi dari anggaran negara. Sebagian besar memerlukan pendanaan perbankan, baik bank BUMN maupun swasta, ataupun dari dana masyarakat melalui penerbitan saham atau obligasi.

Beberapa hal mendasar yang perlu dipahami dalam mendukung fokus pembangungan ini. Pertama, kita harus menyadari bahwa penyediaan infrastruktur, terutama yang berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat seperti listrik, air, transportasi dan penunjangnya, adalah tugas pemerintah.

Hal kedua, adanya keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, sehingga perlu mengajak korporasi (BUMN maupun swasta) untuk bersama-sama mengembangkan dan membangun infrastuktur yang diperlukan.

Ketiga, bagi korporasi (baik BUMN maupun swasta) pertimbangan untung rugi dan resiko dalam melaksanakan suatu proyek merupakan hal penting.

Berdasarkan tiga hal tersebut pemerintah telah membuat beberapa skema kerjasama, mulai dari skema public private partnership (PPP), sinergi BUMN, penerbitan paket-paket kebijakan yang mendukung hal ini, maupun penjaminan (terbatas) atas proyek-proyek infrastruktur tertentu. Semua ini dilakukan agar pihak swasta mulai berperan serta dalam proyek-proyek infrastruktur.

Untuk sektor penunjang infrastuktur seperti angkutan udara yang sudah sepenuhnya dapat dilakukan BUMN/swasta pun masih tetap memerlukan dukungan dari negara. Terutama dalam berkompetisi dengan maskapai dari luar Indonesia.

Saat ini maskapai nasional masih harus melakukan pembiayaan melalui sewa atau pinjaman langsung dari perusahaan pembiayaan atau bank luar negeri.  

Devisa kita banyak terpakai untuk memenuhi kewajiban pembayaran. Kenapa perbankan kita tidak bisa bersaing dan memberikan pembiayaan kepada maskapai Indonesia?

Salah satu permasalahan mendasar adalah tingkat bunga yang masih tinggi. Selain itu, jenis jaminan dalam pembiayaan ini masih belum bisa diterima dari segi hukum perdata di Indonesia, sehingga membuat bank ragu untuk melakukan pembiayaan berbasis aset.

Untuk permasalahan bunga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berusaha meminta bank-bank di Indonesia untuk menurunkan suku bunga kreditnya sampai dengan akhir tahun ini dengan memberikan beberapa kelonggaran dalam rasio-rasio dan juga memberikan insentif tertentu. 

Permasalahan jaminan sedikit lebih pelik karena memerlukan payung hukum atau terobosan dari pemerintah. Sampai saat ini belum banyak bank yang mau memberikan pinjaman kepada maskapai penerbangan dengan dasar pembiayaan aset (asset based financing), dimana nantinya pesawat akan dimiliki oleh maskapai. Hal ini karena masih belum jelasnya mekanisme penjaminannya.

Dalam undang-undang No. 1 Tahun 2009 (“UU Penerbangan”) yang tersirat dari Pasal 78 diatur bahwa untuk penjaminan kepentingan internasional, Indonesia mengakui adanya pendaftaran jaminan di  kantor pendaftaran internasional (international registry) (“IR”) yang dibentuk berdasarkan Cape Town Convention.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 74 UU Penerbangan, penjaminan ini dapat disertai surat kuasa untuk mencabut pendaftaran pesawat sehingga pesawat tidak dapat dipindahkan ke tempat lain atau dapat dikuasai oleh bank pada saat maskapai cidera janji.

Tidak ada ketentuan khusus yang mengatur apabila pembiayaan dilakukan oleh bank nasional Indonesia untuk debitur dalam negeri. Beberapa praktisi mengintepretasikan bahwa  penjaminan tetap dapat didaftarkan di IR karena isi dari ketentuan Cape Town Convention yang memungkinkan hal tersebut.

Namun sebetulnya untuk kepentingan kepastian hukum perlu dibuat suatu undang-undang khusus atau Peraturan Menteri yang menjelaskan isi UU penerbangan,  khususnya mengenai bentuk jaminan untuk pesawat. Termasuk juga pembentukan suatu daftar penjaminan  sebagai syarat timbulnya hak preferen dari jaminan tersebut.

Pendaftaran jaminan ini harus terbuka, dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan dibuat dengan biaya yang murah sehingga tidak meningkatkan biaya transaksi.

Koordinasi antara OJK, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Hukum dan HAM untuk pembuatan peraturan dan registrasi jaminan merupakan hal penting dan mendesak agar pembiayaan beraset jaminan pesawat juga dapat dilakukan oleh pihak perbankan Indonesia.

Persaingan antar maskapai di wilayah ASEAN dengan adanya kebijakan ASEAN Open Sky dan serbuan maskapai dari negara-negara Timur Tengah, mengharuskan maskapai nasional terus berinvestasi dalam bentuk pesawat maupun layanan namun tetap dapat bersaing dalam hal biaya operasional.

Kepastian hukum atas jaminan pembiayaan akan sangat membantu maskapai dalam mengakses pendanaan  dengan tingkat bunga atau biaya yang bersaing dengan bunga atau biaya yang dikeluarkan oleh maskapai pesaing dari negara-negara sekitar.

Mari kita semua bersatu untuk memperkuat daya saing dan menang dalam pertarungan usaha yang makin terbuka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com