Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Beda Pendapat Menteri Susi-Wapres JK, Ini Saran Didik Rachbini

Kompas.com - 02/04/2016, 19:03 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional yang juga ekonom senior, Didik J Rachbini, memahami adanya teguran Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti soal sejumlah kebijakan di sektor perikanan.

Didik mengatakan, pada dasarnya kebijakan Susi untuk memerangi aktivitas penangkapan ikan secara ilegal sudah cukup baik.

Akan tetapi, Didik menilai harus ada kebijakan perantara, sehingga dampak dari implementasi kebijakan tersebut bisa diantisipasi.

"Ada (kebijakan) yang harus dilakukan secara bertahap dan itu harus diisi. Itulah yang dilihat oleh Pak JK,"  kata Didik, ditemui usai diskusi di Jakarta, Sabtu (2/4/2016).

"Pak JK melakukan evaluasi. Sebagai Wapres, Pak JK kan harus ikut pimpinannya," ucapnya.

Didik mengatakan, kebijakan Susi seperti moratorium perizinan untuk eks kapal asing dan transhipment, secara ekonomi kurang memberikan dampak terhadap pertumbuhan sektor perikanan.

Kebijakan tersebut, yang paling terasa adalah timbulnya dampak sementara.

"Jadi Bu Susi seharusnya tidak hanya kebijakannya itu saja. Tapi ada kebijakan penyangga," kata Didik.

Didik mengibaratkan orang membangun rumah baru, maka perlu disiapkan tempat berlindung sementara bagi penghuni rumah, sampai rumah baru itu selesai dibangun.

"Bu Susinya harus menyiapkan camp sebelum rumah itu jadi. Itu yang tidak disiapkan oleh Bu Susi," ujar Didik.

Secara terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong, Rohmin Dahuri, juga melihat, dari tiga tujuan pembangunan perikanan, Susi hanya mengedepankan soal perlindungan kelestarian lingkungan (environmental protection).

"Nah, sedangkan masalah growth, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, praktis dikebiri," kata dia kepada kompas.com, Kamis (31/3/2016).

(baca: Rokhmin Dahuri Sudah Duga Kebijakan Susi Bakal Berujung Seperti Ini)

Rokhmin tidak sependapat dengan argumentasi KKP yang melaporkan bahwa utilisasi Unit Pengolahan Ikan (UPI) di Bitung misalnya sudah drop sejak sebelum diberlakukannya moratorium perizinan eks kapal asing dan kebijakan pelarangan alih muatan tengah laut.

"Itulah kelemahan Ibu Susi. Dia itu selalu membantah fakta," kata Rokhmin.

Menurut dia, sebelum implementasi Permen KP 56/2014 dan Permen KP 57/2014, ada 54 pabrik pengolahan ikan dengan utilitas 70 persen-80 persen.

"Tapi begitu kebijakan beliau, kan hanya tiga pabrik dan utilitasnya kurang dari 10 persen. Jadi menurut saya aneh kalau tetap membantah. Dan ada datanya kan itu," ujar Rokhmin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Whats New
Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Whats New
Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Whats New
Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Work Smart
Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com