Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Susi...!

Kompas.com - 04/04/2016, 16:09 WIB
Kompas TV Menteri Susi Kecam Tiongkok
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Akibatnya, hasil produksi dan ekspor ikan sangat menurun.

Selain itu, terjadi pula pengangguran pekerja di kapal dan pabrik pengolahan serta coldstorage.

Kalla mencontohkan, di Ambon, produksi hanya 30 persen dari kapasitas.

Di Bitung, produksi Januari - Februari 2016 hanya sekitar 7 persen dari kapasitas terpasang.

Bahkan di Tual, produksi berhenti sama sekali.

Hal tersebut berdampak pada industri pengolahan ikan di wilayah Maluku.

Terdapat 10.800 orang (84 persen) yang dirumahkan (PHK) dari total 12.848 orang yang terdata sebagai pekerja di industri pengolahan ikan pada tahun 2014.

Seiring hal itu, terjadi penurunan ekspor secara drastis.

Nilai ekspor ikan dan udang di Maluku menurun dari 90,10 juta dollar AS pada tahun 2014 menjadi 3,75 juta dollar AS pada tahun 2015.

Ujungnya, tulis Kalla dalam suratnya, tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Utara naik hampir dua persen.

Sementara tingkat pengangguran terbuka di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara naik dua persen.

Adapun tingkat kemiskinan di propinsi Sulut dan Maluku naik 1 persen.

Karena kondisi tersebut, Kalla mengatakan, kebijakan Susi perlu dievaluasi agar usaha perikanan nasional ataupun investasi asing yang resmi dapat bangkit kembali untuk meningkatkan hasil tangkapan dan produksinya sehingga meningkatkan lapangan kerja, ekspor, pajak, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Terhadap surat Wapres tersebut, Susi mengatakan, penurunan ekspor perikanan di Maluku dan Sulut bukan semata akibat kebijakannya.

Menurut dia, sepanjang 2015, ekspor komoditas memang tengah menurun akibat lemahnya permintaan dari negara-negara pengimpor.

Jadi, penurunan ekspor tidak hanya terjadi pada sektor perikanan, tetapi juga sektor-sektor lainnya.

Adapun terkait temuan Wapres Kalla tentang banyaknya unit pengolahan ikan (UPI) yang tidak beroperasi di Bitung, Susi mengatakan bahwa hal itu sudah lama terjadi.

Selama ini, kata dia, banyak unit pengolahan ikan didirikan di Bitung hanya sebagai pelengkap untuk mendapatkan izin penangkapan ikan.

"Jadi, dulu itu, untuk mendapatkan izin kapal menangkap ikan di Indonesia, pihak asing harus bikin UPI sehingga banyak UPI yang sebetulnya bukan dibangun untuk dioperasikan. Banyak UPI sudah jadi namun bertahun-tahun tidak dioperasikan karena tujuannya memang bukan untuk pengolahan," ucap Susi.

(Baca : Ditegur Wapres, Susi Tegaskan Kebijakannya Selalu Didiskusikan dengan Presiden)

Karena itu, Susi pun menegaskan akan tetap pada kebijakannya.

Apalagi, kebijakannya selama ini terbukti meningkatkan PDB sektor perikanan dan nilai tukar nelayan

Bahkan, berdasarkan data BPS, nilai tukar nelayan di Maluku naik dari 105,39 pada tahun 2014 menjadi 105,69 pada tahun 2015.

“Kebijakan ini memang pahit. Tapi kita tidak boleh mundur. Sekali mundur maka tidak akan pernah berhasil,” kata Susi.

Susi pun amat yakin, tidak beroperasinya kapal-kapal eks asing tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan.

Pada akhir 2014, terdapat 643.100 unit perahu atau kapal perikanan.

Rinciannya, 41 persen merupakan perahu motor tempel, 27 persen perahu tanpa motor, dan 32 persen kapal motor.

Nah, kapal eks asing masuk dalam golongan kapal motor (KM) berukuran di atas 30 GT. Dari total kapal motor perikanan di Indonesia, jumlah kapal motor eks asing tidak sampai satu persennya.

“Ketiadaan kapal-kapal eks asing itu justru bagus karena pasarnya bisa diambil kapal nasional. Jangan salah lho, banyak kapal nasional yang besar-besar juga. Saat ini bisa dikatakan seluruh hasil tangkapan laut dilakukan oleh 100 persen kapal-kapal nasional,” kata Susi.

Kendati tetap memegang teguh kebijakannya, Susi menekankan tidak ada perbedaan fundamental antara dirinya dan Wapres Kalla.

Ya, sesama tokoh besar, sudah pasti Wapres Kalla dan Menteri Susi sama-sama mendahulukan kepentingan masyarakat dan negara.

Mungkin hanya gaya dan pendekatan mencapai tujuannya yang berbeda.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com