Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Terlambat Memikirkan soal "Tax Haven" dan "Tax Amnesty"

Kompas.com - 09/04/2016, 15:59 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Munculnya dokumen 'Panama Papers' dan 'Offshore Leaks' dinilai sebagai momentum bagi Pemerintah untuk segera membenahi regulasi perbankan dan perpajakan dalam konteks globalisasi.

Pasalnya, selama ini kebijakan Pemerintah dianggap tidak mampu mengikuti perkembangan sektor bisnis.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Erwan Agus Purwanto mengatakan bahwa kebijakan Pemerintah saat ini tidak dikontekstualisasikan secara global.

Terbukti dengan adanya keterlambatan Pemerintah dalam membuat kebijakan tax amnesty dan persoalan tax haven. (baca: Jangan Rancu, Ini Perbedaan "Panama Papers" dan "Offshore Leak")

"Kita tidak pernah melihat apa yang dilakukan oleh negara lain. Pemerintah terlambat memikirkan soal tax haven dan tax amnesty. Pemerintah belum memikirkan kesana, makanya banyak pengusaha yang lari ke luar negeri," ujar Erwan dalam diskusi Perspektif Indonesia oleh Populi Center di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4/2016).

Ia menambahkan, saat ini banyak aturan-aturan yang memberatkan para pebisnis, misalnya soal perizinan dan dwelling time, termasuk soal sistem perpajakan. (baca: Panama Papers, Puncak Gunung Es Masalah Perpajakan Dunia)

Menurut Erwan, Presiden Joko Widodo harus segera menyadari ada persoalan besar dalam pengelolaan perusahaan dalam negeri.

Jika tidak, kata Erwan, akan lebih banyak pengusaha yang akan menaruh uangnya di luar negeri.

(baca: Wapres: Kalau Masalah Pajak, WNI yang Ada dalam "Panama Papers" Dapat "Tax Amnesty")

Pemerintah bisa memulainya dengan membuat regulasi yang memudahkan, keamanan dan kepastian hukum bagi para pengusaha.

Karena ketiga faktor tersebut menjadi alasan kenapa banyak orang lebih memilih mendirikan perusahaan di luar negeri.

"Saya kira alasan pengusaha menyimpan uangnya di luar negeri karena kemudahan administrasi dan kepastian hukum. Ini sangat ironis. Pemerintah ketinggalan dengan sektor bisnis," kata dia.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelumnya mendorong DPR RI segera menuntaskan pembahasan RUU tentang pengampunan pajak atau tax amnesty.

(baca: "Panama Papers" Muncul, Pemerintah Dorong DPR Segera Bahas "Tax Amnesty")

Salah satu hal yang menjadi pendorong adalah munculnya nama-nama warga negara Indonesia yang memiliki aset di negara tax haven dalam dokumen "Panama Papers".

"Ini kami lihat dari perspektif positif, apalagi kami akan mengeluarkan (RUU) tax amnesty sehingga jadi klop," ujar Pramono di kantornya, Rabu (6/4/2016).

Dalam dokumen itu terdapat nama-nama petinggi negara dan tokoh publik di dunia, tak terkecuali dari Indonesia.

Memang belum tentu ada pelanggaran hukum bagi orang-orang yang namanya tercantum dalam "Panama Papers". Namun, dokumen itu disinyalir memperlihatkan banyaknya pengusaha Indonesia yang menghindari pembayaran pajak dalam jumlah besar.

Dengan adanya pengampunan pajak, pengusaha-pengusaha asal Indonesia itu diharapkan dapat mengembalikan uangnya ke Indonesia.

Kompas TV Antisipasi Jokowi Berantas Penggelapan Pajak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com