Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rhenald Kasali
Guru Besar Manajemen

Akademisi dan praktisi bisnis yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sejumlah buku telah dituliskannya antara lain Sembilan Fenomena Bisnis (1997), Change! (2005), Recode Your Change DNA (2007), Disruptions, Tommorow Is Today, Self Disruption dan The Great Shifting. Atas buku-buku yang ditulisnya, Rhenald Kasali mendapat penghargaan Writer of The Year 2018 dari Ikapi

"Five In One", Ini yang Membuat "Sharing Economy" Menjadi Besar

Kompas.com - 05/05/2016, 08:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Melalui business model itulah, para pelaku menggarap key-partners, menggarap keuntungan dari sisi lain, dan memilih waktu yang tepat.

Saya ambil saja contoh proyek kereta api cepat yang kontroversial itu. Jepang dan China saja punya business model yang berbeda.

Yang satu ingin membangun lintasan pada jalur kereta  api lama sehingga butuh dana besar untuk pembebasan tanah. Income dari bisnis transportasi itu sendiri utamanya adalah tiket kereta api.

Sementara itu, yang satu lagi menggunakan konsep sharing resources dari BUMN (jalan tol milik Jasa Marga, terminal di area perkebunan Walini, konstruksi oleh WIKA, dan dengan PT Kereta Api Indonesia sebagai operator) dan mendapatkan keuntungan dari usaha di kawasan TOD, yakni rumah sakit, kampus, perumahan, perkantoran, sarana kerja, dan sebagainya. Sumber pendapatannya lebih beragam.

Kalau Anda belum puas, baca lagi kolom saya ini:  Mereka yang Melakukan Perubahan dengan Cara Sederhana.

Di situ Anda akan membaca, betapa cerdasnya orang kampung dari Pulau Adonara ini membangun desanya.

Bahasa kerennya itu kita sebut business model. Anda juga bisa mereka-reka bagaimana model bisnis kickstarter.com atau kitabisa.com. Silakan dipelajari.

Predatory dan disruption

Ekonomi selalu mencari dua jalan: efisiensi dan kesejahteraan. Untuk itulah, Clayton Christensen sejak 20 tahun lalu mengingatkan proses disruption, yang bisa saja berakibat "kehancuran" atau "kemunduran" di antara para incumbent.

Incumbent, menurut teori disruption, akan fokus pada kelompok segmen pasar yang memberi banyak keuntungan kepadanya dan loyal. Mereka menerapkan  sustaining innovation.

Anak-anak muda, wirausaha baru, yang ingin masuk ke dalam pasar, sebaliknya menerapkan disruptive innovation melalui business model.

Maka dari itu, biasanya, wirausaha-wirausaha baru "mencari pasar" dari bawah yang harganya murah. Mereka melayani kelompok yang belum menjadi pasar karena soal harga dan diabaikan incumbent.

Namun, perlahan-lahan, terjadi dua hal: wirausaha baru memperbaiki layanan dan teknologi, sedangkan segmen yang di atas tergoda pindah, apalagi kalau bagus dan jauh lebih murah. Di situlah terjadi proses disruptif. Bergejolak dan ribut.

Lantas, yang dikhawatirkan sebenarnya adalah kalau mereka menerapkan strategi temporal, predatory

Selentingan ini juga beredar kuat di masyarakat karena terbetik kabar, Grab, Uber, dan Go-Jek setiap bulan masih harus mengeluarkan jutaan dollar. Mari kita buka teori dan praktiknya.

Menarik untuk disimak bahwa sejarah perubahan 25 tahun terakhir ini berpola sama.

Mungkin kalau hidup di sini, Google dan Facebook (keduanya juga rugi bertahun-tahun, tetapi kini menjadi yang terkaya di dunia) juga dituding sebagai pelaku predatory pricing. Mereka menerapkan zero price, freemium. Namun, lihatlah, itu bukan berlaku sementara, melainkan memang sudah menjadi business model-nya.

Sementara itu, Amazon, yang berbayar, juga sudah lebih dari lima tahun rugi di tengah-tengah popularitasnya. Juga bukan hal yang aneh, semua pendatang baru membutuhkan  2-5 tahun untuk  mencapai titik impas.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com