Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Reksa Dana Murah dan Mahal, Mana yang Lebih Baik?

Kompas.com - 17/05/2016, 09:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

KOMPAS.com - Ketika dihadapkan pada pilihan beberapa reksa dana yang sejenis, investor cenderung memilih reksa dana yang harganya paling rendah dan menghindari yang harganya mahal.

Persepsinya, harga yang rendah dianggap “murah” dan harga yang tinggi dianggap “mahal”. Apakah benar demikian?

Bagi investor awam, karena cenderung tidak mengerti mengenai valuasi investasi, maka yang dijadikan sebagai patokan mahal dan murah adalah “harga” pembeliannya. Padahal dalam prakteknya, cara pembelian reksa dana amat berbeda dengan investasi lainnya.

Ketika berinvestasi saham, jumlah uang yang dikeluarkan oleh investor adalah perkalian antara jumlah lembar saham yang ingin dibeli dengan harga pasarnya. Jumlah pembelian dinyatakan dalam lot yang merupakan kelipatan untuk 100 lembar.

Misalkan harga pasar saham PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) adalah Rp 3.650. Jika investor ingin membeli 1 lot, jumlah uang yang harus dikeluarkan adalah Rp 3650 x 100 = Rp 365.000.

Sementara harga saham dari PT. HM Sampoerna – HMSP adalah Rp 100.000. Maka untuk 1 lot yang sama, jumlah uang yang harus dikeluarkan adalah Rp 100.000 x 100 = Rp 10 juta.

Karena jumlah uang yang dikeluarkan jauh lebih besar, investor awam menganggap HMSP lebih mahal daripada TLKM. Pada kenyataannya tidaklah demikian.

Mahal murahnya bukan ditentukan oleh harga pembelian melainkan valuasi harga saham tersebut. Metode valuasi ada berbagai macam mulai dari Discounted Cash Flow, Price Earning Ratio, Price to Book Value Ratio hingga berbagai metode lainnya.

Dengan metode-metode tersebut, investor yang profesional akan mencoba menghitung harga wajar dari saham.

Apabila harga pasar saham lebih tinggi daripada harga wajar saham, maka disebut mahal dan jika sebaliknya disebut murah.

Bagaimana dengan reksa dana? Meski termasuk dalam kategori produk investasi, bahkan terdapat yang namanya reksa dana saham, cara menilai mahal murahnya ternyata sangat berbeda.

Pertama dari sisi jumlah uang yang dikeluarkan, reksa dana tidak mengenal pembelian dalam jumlah unit tapi nominal investasi.

Misalkan terdapat 2 reksa dana saham yaitu Panin Dana Maksima memilih harga Rp 65.000 dan Panin Dana Infrastruktur Bertumbuh yang baru terbit memiliki harga Rp 1.000. Minimum pembelian kedua reksa dana tersebut adalah sama yaitu Rp 100.000.

Misalkan investor membeli kedua reksa dana tersebut dengan nilai masing-masing Rp 100.000.

Dengan asumsi tidak ada biaya pembelian, maka yang akan terjadi adalah investor akan menerima Rp 100.000 : Rp 65.000 = 1,5385 unit Panin Dana Maksima, dan Rp 100.000 : Rp 1000 = 100 unit Panin Dana Infrastruktur Bertumbuh.

Investor awam akan menganggap pembelian Panin Dana Infrastruktur Bertumbuh lebih menguntungkan karena unit yang diperoleh lebih banyak.

Hal ini sebenarnya tidak ada hubungannya, karena nilai pasar investasi adalah perkalian antara jumlah unit dengan harga pasar. Sehingga meski jumlah unitnya lebih banyak, akan tetapi jika harga reksa dananya lebih kecil maka sama saja dengan jumlah unit sedikit namun dengan harga yang lebih tinggi.

Jadi yang perlu menjadi perhatian investor sebenarnya adalah nilai pasar bukan jumlah unitnya.

Katakanlah kedua reksa dana sama-sama naik 1 persen, di mana Panin Dana Maksima menjadi 65.650 dan Panin Dana Infrastruktur Bertumbuh menjadi Rp 1.010, maka perkalian antara jumlah unit dengan harga pasar yang berlaku akan sama-sama menjadi Rp 101.000.

Sama untuk yang harganya lebih tinggi ataupun lebih rendah.

Ada pula sebagian investor awam yang beranggapan bahwa reksa dana dengan harga yang lebih tinggi cenderung akan susah untuk naik. Sehingga mungkin perlu dilakukan perubaha harga seperti halnya “Stock Split” pada saham.

Untuk saham, hal ini mungkin sedikit banyak bisa berlaku karena semakin tinggi harga, maka nominal untuk membeli saham akan semakin tinggi.

Pada tahapan tertentu, ketika harga per saham sudah cukup besar, maka otomatis hanya segelintir investor besar yang mampu berinvestasi sehingga perlu dilakukan stock split supaya harganya lebih terjangkau.

Namun hal ini tidak berlaku untuk reksa dana. Sebab karena menganut nominal minimum investasi, maka mau berapapun harga reksa dana yang digunakan tetap nominal tersebut.

Katakanlah suatu saat harga (NAB/Up) reksa dana mencapai Rp 200.000 per unit, maka investor tetap bisa membeli dengan nilai Rp 100.000 dan mendapatkan 0.5000 unit.

Apakah harga reksa dana yang terlalu tinggi akan menyebabkan kinerja reksa dana sulit untuk naik? Hal ini juga tidak benar. Sebab harga reksa dana merupakan hasil dari pengelolaan portofolio investasi.

Mau di harga berapapun, sepanjang saham dan obligasi yang terdapat dalam reksa dana naik, maka harga reksa dana juga akan ikut naik dan sebaliknya.

Jadi yang menentukan perubahan harga reksa dana bukanlah harganya akan tetapi kesuksesan strategi manajer investasi dan kondisi harga pasar dari saham dan obligasi.

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada pengaruh antara harga dengan kinerja reksa dana sehingga hal ini tidak perlu menjadi perhatian dalam memilih reksa dana.

Yang perlu menjadi perhatian adalah track record dari kinerja reksa dana dan manajer investasi serta prospek investasi ke depan.

Apabila bingung dengan banyaknya reksa dana yang sejenis, bisa gunakan prinsip 1 tujuan keuangan 1 reksa dana. Misalkan biaya kuliah anak dengan reksa dana saham A dan dana pensiun dengan reksa dana saham B.

Harga Wajar Reksa Dana

Apakah terdapat cara untuk menentukan harga wajar reksa dana sebagaimana halnya di saham? Jawabannya tidak. Sebab, reksa dana adalah perwujudan dari strategi pengelolaan yang dijalankan oleh manajer investasi.

Untuk pengelolaan yang dilakukan secara aktif, isi saham dan obligasi bisa berubah dari hari ke hari. Untuk itu, kita tidak bisa menghitung berapa harga wajar dari suatu reksa dana kecuali manajer investasi berkomitmen untuk memegang saham dan obligasi tertentu serta tidak mengubahnya dalam jangka waktu sangat panjang.

Pada prakteknya pengelolaan reksa dana bisa sangat dinamis. Untuk itu, dalam menilai apakah harga reksa dana seperti saham sudah mahal atau masih murah, sebaiknya dilakukan pada saham secara umum seperti IHSG.

Dalam berbagai teori tentang reksa dana, yang umumnya dihitung adalah penilaian kinerja bukan valuasi mahal atau murah.

Yang dimaksud dengan penilaian kinerja adalah seberapa baik kinerja reksa dana dibandingkan produk sejenis.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat dalam pemilihan reksa dana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com