Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/05/2016, 08:59 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


GARUT, KOMPAS.com
- Apa faktor yang dapat menaikkan permintaan pasar, apalagi untuk produk kain? Apakah produk berkualitas yang dijual dengan harga murah? Atau ada "faktor" lain?

"Yang namanya tenun, sangat bergantung pada apa yang dipakai oleh (mereka yang) di 'atas' (pejabat atau orang penting, dan keluarganya)," ujar Hendar Suhendar, Ketua Paguyuban Kampung Tenun Panawuan, Desa Sukajaya, Kecamatan tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, saat ditemui Kompas.com, Kamis (19/5/2016).

Menurut Hendar, harga murah untuk produk berkualitas adalah satu hal yang dapat mendorong daya tembus pasar. Namun, ujar dia, pengaruh pemakaian oleh orang-orang penting dan para pejabat ini punya daya dorong lebih kuat untuk produk kain seperti tenun dan batik.

Semisal Presiden dan Ibu Negara mengenakan pakaian berbahan tenun buatan kelompok perajin kampungnya dan terekspos pemberitaan, kata Hendar, maka dalam sekejap produk tersebut akan laris.

Terlebih lagi, tenun masih punya citra barang mewah yang lebih banyak dipakai para pejabat dan tokoh penting. Citra lain yang melekat, tenun dipakai untuk acara formal. 

Sebaliknya, kata Hendar, pasar akan sepi ketika orang-orang "yang di atas" lebih memilih memakai produk lain. Seperti sekarang, misalnya, pasar kain tenun sedang sepi karena mereka "yang di atas" lebih sering memakai batik.

"Nah kalau lagi begini, rezeki buat perajin batik," kata dia.

Saat pasar sepi...

Laiknya roda yang berputar, ujar Hendar beranalogi, rezeki dari usaha bisa naik dan ada pula waktunya turun. Bukan berarti produksi lalu berhenti ketika "roda" sedang di bawah. Saat penjualan sedang sepi seperti sekarang, para perajin tenun harus pintar memutar otak.

Setidaknya, ungkap Hendar, para perajin memikirkan cara agar kain produksi mereka tidak sekadar menumpuk di tempat usaha.


"Kami (perajin) biasanya berinovasi bagaimana stok yang ada diolah lagi menjadi barang yang lebih menarik. Modifikasi warna atau sulaman bisa membuat barang (tersebut) kembali laku di pasaran," tutur Hendar.

Cara lain, lanjut Hendar, kelompok perajin tersebut mencari informasi sebanyak-banyaknya soal produk apa yang sebenarnya sedang laku di pasaran. Beruntung, sekarang para perajin di kampung Hendar menjadi binaan dari program tanggung jawab sosial Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Cita Tenun Indonesia (CTI).

"PGN atau CTI sering beri info, misalnya produk A yang sedang laku di pasaran, maka kami sebaiknya produksi barang tersebut"  sebut Hendar.

Selain produk yang laku, informasi yang datang juga berupa tentang peluang promosi seperti pameran. PGN atau CTI biasanya memfasilitasi salah satu kelompok perajin ikutan secara bergantian.

"Kelompok manapun yang berangkat (ke pameran) biasanya dititipi produk dari kelompok lain. Nah dengan begini diharapkan produk yang masih banyak stok-nya bisa ikut laku terjual," kata Hendar.

Di Kampung Panawuan, saat ini ada 12 kelompok perajin tenun sutra. (Baca: Dari Tangan "Mantan" Petani, Kain Tenun Garut Berjaya Lagi...)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Whats New
Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Work Smart
PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

Whats New
Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Whats New
Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Whats New
ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com