Ketika seorang Personal Brand memiliki keinginan untuk “menjadi dirinya sendiri” yang berbeda dengan brand-nya, atau mengatakan “hanya orang-orang terdekat dengan tahu siapa sebetulnya dirinya”, hal itu berarti sang Personal Brand atau konsultan-nya sudah melakukan kesalahan branding.
Timbulnya keinginan “menjadi diri sendiri” bisa diartikan bahwa selama ini sang Personal Brand menjadi “orang lain”. Ia bukan hanya telah membohongi Fans-nya, tapi juga telah membohongi dirinya sendiri.
Begitu juga ketika sang Personal Brand mengatakan “hanya orang-orang terdekat saja yang tahu siapa sebetulnya dirinya”. Artinya, selama ini bisa jadi ia telah menciptakan sebuah personal brand yang “bukan dirinya yang sebenarnya”.
Membahas tentang Personal Brand dan Brand yang ia endorse tentu sangat berkaitan erat dengan definisi Bohong dan Jujur.
Berita bahwa Isyana tidak menggunakan toko online tentunya berseberangan dengan brand Tokopedia yang ia endorse. Celakanya saat ia mengklarifikasi di sosial media, Follower-nya justru “menemukan” bahwa ia tidak menggunakan Oppo sebagai handphone pengirim pesan cuitan tersebut.
Masyarakat sosmed langsung “menyerang” Isyana beramai-ramai.
Mereka mengejek bahwa Isyana telah berbohong selama ini. Ia tidak menggunakan brand yang ia endorse.
Dalam lingkup definisi Bohong dan Jujur, apakah sang Personal Brand bernama Isyana Sarasvati ini berbohong ?
Secara definisi Bohong, kita sama-sama tahu bahwa seorang Aktor/Artis tidaklah berbohong dalam film-nya. Begitu juga, seorang Bintang Iklan tidak berbohong dalam iklan-nya. Alasannya kita tahu bahwa film atau iklan memang sengaja dibuat atau “tidak nyata”.
Pada kasus Tokopedia, pernyataan pribadi Isyana ini bertolak belakang, karena seakan mewakili “Isyana sehari-hari sesungguhnya” versus “Isyana sebagai Brand Endorser” yang bukan “Isyana sehari-hari sesungguhnya”.
Cermati iklan Tokopedia baik-baik.
Isyana Sarasvati tidak pernah makan di restoran “tanpa nama” seperti di iklan tersebut, dan di Indonesia tidak ada mafia “Yakuza” yang seperti digambarkan di dalam iklan.
Semua “Yakuza” tersebut juga hanyalah Bintang Iklan, yang bahkan salah satunya saya juga kenal sehari-hari dan pernah berperan di dalam Festival Bohong Indonesia 2015 (FBI 2015). Ia jelas bukan “Yakuza”. Bahkan, restoran di dalam iklan itu juga “tidak nyata”.
Isyana tidak berbohong, dalam konteks iklan. Ia memang mendapatkan bayaran sebagai “Bintang Iklan”.
Kerumitan terjadi ketika kita mencoba membedah konsep Brand Endorser.