Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Separuh Lebih Minyak Sawit Berkelanjutan Dunia Berasal dari Indonesia

Kompas.com - 25/05/2016, 06:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAMBI, KOMPAS.com - Konversi hutan skala besar, hilangnya biodiversitas karena rusaknya habitat, erosi tanah, pencemaran udara dan perubahan iklim akibat pelepasan CO2 dari tanah gambut dan kebakaran untuk pembukaan lahan menjadi perhatian dunia, utamanya dalam kaitannya dengan makin tingginya kebutuhan akan minyak sawit.

Dirkektur Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Indonesia Tiur Rumondang menuturkan, peningkatan kebutuhan akan minyak sawit cukup bisa dipahami dengan berbagai alasan.

Minyak sawit merupakan salah satu minyak nabati di seluruh dunia yang memiliki produktivitas paling tinggi dibandingkan minyak lainnya.

"Kelapa sawit memiliki produktivitas mencapai 3,8 ton per hektare (Ha), lebih tinggi dibandingkan kompetitornya diantaranya kedelai (0,36 ton), bijih bunga matahari (0,42 ton), juga kanola (0,59 ton)," kata Tiur di Jambi, Selasa (24/5/2016).

Selama 10 tahun terakhir, permintaan dunia terhadap minyak nabati tumbuh lebih dari lima persen per tahun. Pertumbuhan permintaan bahkan diprediksikan berlanjut selama 10 tahun ke depan.

Sejak 2000, minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak diproduksi dan diperdagangkan, angkanya mencapai 40 persen dari total minyak nabati.

Permintaan terhadap minyak sawit diperkirakan meningkat dari 51 juta ton saat ini menjadi 120 juta ton-156 juta ton pada 2050.

Tiur mengungkapkan, selama satu dekade terakhir produksi minyak sawit Indonesia tumbuh tiga kali lipat, dari 11,86 juta ton pada 2005 menjadi di atas 30 juta ton pada 2015.

Pertumbuhan permintaan terhadap minyak sawit tak bisa dipungkiri menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Lebih dari 16 juta keluarga di Indonesia menggantungkan hidup pada industri kelapa sawit.

Namun dikarenakan masih banyaknya praktik berkebun yang tidak menerapkan konsep berlanjutan, Tiur khawatir tumbuhnya permintaan terhadap minyak sawit justru menjadi ancaman lingkungan.

"Respons yang efektif diperlukan untuk menekan dampak terhadap hutan dan masyarakat, dari meningkatnya permintaan untuk minyak sawit. Dan minyak sawit berkelanjutan bersertifikat harus menjadi bagian dari solusi," terang Tiur.

RSPO RSPO
Peran RSPO

Sejak 2004 RSPO dibentuk dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti petani pekebun, pedagang, pabrik manufaktur, LSM lingkungan dan sosial, bank serta investor, dan retailer.

Hasil dari praktik berkebun secara berkelanjutan yakni pada 2015, sebanyak lebih dari 20 persen minyak sawit di dunia sudah bersertifikat RSPO.

Catatan RSPO Indonesia, produksi minyak sawit berkelanjutan atau Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) dunia mencapai 12,90 metrik ton per April 2016. Adapun luas lahan bersertifikat mencapai 3,5 hektare pada periode sama.

"Indonesia berkontribusi lebih dari 50 persen CSPO dunia. Dari sisi dagang ini menjadi bentuk persaingan. Dari sisi lingkungan ini harus menjadi perhatian," ucapTiur.

Per April 2016, produksi CSPO Indonesia mencapai 6,67 metrik ton, dan luas lahan bersertifikat mencapai 1,61 hektare.

Kompas TV Pemerintah Hentikan Pembukaan Lahan Sawit Baru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com