Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Tax Amnesty, WNI Super Kaya, dan Ketimpangan

Kompas.com - 26/05/2016, 08:15 WIB
Kompas TV DPR "Kebut" RUU "Tax Amnesty"
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Agar mereka mau melaporkan kekayaannya itulah, pemerintah memberi insentif berupa pengampunan pajak.

Dalam draft RUU Tax Amnesty disebutkan, insentif bagi pemohon tax amnesty antara lain penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana dibidang perpajakan.

Selain itu, tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, serta penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan.

Bahkan, dengan memohon tax amnesty, pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan terhadap pemohon akan langsung dihentikan.

Pemberian tax amnesty hanya dikecualikan untuk mereka yang memperoleh kekayaan melalui tindak pidana terorisme, narkoba dan perdagangan manusia.

Artinya, bagi mereka yang diduga melakukan tidak pidana korupsi, pencucian uang, penggelapan pajak akan dibebaskan dari segala sangkaan bila mengajukan tax amnesty.

Untuk mendapatkan insentif yang dahsyat tersebut, WNI super kaya yang menyimpan dananya di luar negeri cukup membayar uang tebusan.

Besarnya tarif tebusan masih dibahas oleh Panja RUU Tax Amnesty yang terdiri dari perwakilan Kementerian Keuangan dan perwakilan Komisi XI DPR.

Namun, sejauh ini, pemerintah dan DPR tampaknya setuju dengan skema ini :

1. Untuk gelombang pertama, tarif tebusan sebesar 2 persen untuk repatriasi dan 4 persen untuk non repatriasi

2. Untuk gelombang kedua, tarif tebusan 3 persen untuk repatriasi dan 6 persen untuk non repatriasi.

Tarif tebusan itu akan dikenakan untuk seluruh kekayaan yang dilaporkan.

Dalam skema tersebut, pemohon yang bersedia membawa dananya ke Indonesia (repatriasi) akan dikenakan tarif yang lebih rendah dibandingkan bagi mereka yang tetap menaruh dananya di luar negeri.

Berdasarkan hitung-hitungan yang dilakukan, Menkeu Bambang optimistis pemerintah bisa mendapatkan dana sekitar Rp 165 triliun dari pembayaran uang tebusan simpanan WNI di luar negeri.

Uang tebusan yang hanya 2 -3 persen rasanya sangat tidak memberatkan. Apalagi, uang untuk membayar tebusan itu segera akan mendapatkan gantinya.

Sebab, dengan ditempatkan di deposito saja, WNI super kaya akan mendapatkan bunga sebesar 7 – 9 persen. Jika dibelikan Surat Utang Negara, bunganya bisa lebih tinggi.

Jadi, tax amnesty tidak hanya membebaskan pemohon dari jerat hukum, tetapi juga akan memperkaya pemohon.

Sementara, WNI yang patuh bayar pajak akan gigit jari. Sebab, dengan kepatuhannya, mereka harus bayar pajak 5 – 30 persen.

Apakah ketimpangan akan semakin membesar? Tentu saja.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com