Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Tax Amnesty, WNI Super Kaya, dan Ketimpangan

Kompas.com - 26/05/2016, 08:15 WIB
Kompas TV DPR "Kebut" RUU "Tax Amnesty"
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Untuk mendapatkan insentif yang dahsyat tersebut, WNI super kaya yang menyimpan dananya di luar negeri cukup membayar uang tebusan.

Besarnya tarif tebusan masih dibahas oleh Panja RUU Tax Amnesty yang terdiri dari perwakilan Kementerian Keuangan dan perwakilan Komisi XI DPR.

Namun, sejauh ini, pemerintah dan DPR tampaknya setuju dengan skema ini :

1. Untuk gelombang pertama, tarif tebusan sebesar 2 persen untuk repatriasi dan 4 persen untuk non repatriasi

2. Untuk gelombang kedua, tarif tebusan 3 persen untuk repatriasi dan 6 persen untuk non repatriasi.

Tarif tebusan itu akan dikenakan untuk seluruh kekayaan yang dilaporkan.

Dalam skema tersebut, pemohon yang bersedia membawa dananya ke Indonesia (repatriasi) akan dikenakan tarif yang lebih rendah dibandingkan bagi mereka yang tetap menaruh dananya di luar negeri.

Berdasarkan hitung-hitungan yang dilakukan, Menkeu Bambang optimistis pemerintah bisa mendapatkan dana sekitar Rp 165 triliun dari pembayaran uang tebusan simpanan WNI di luar negeri.

Uang tebusan yang hanya 2 -3 persen rasanya sangat tidak memberatkan. Apalagi, uang untuk membayar tebusan itu segera akan mendapatkan gantinya.

Sebab, dengan ditempatkan di deposito saja, WNI super kaya akan mendapatkan bunga sebesar 7 – 9 persen. Jika dibelikan Surat Utang Negara, bunganya bisa lebih tinggi.

Jadi, tax amnesty tidak hanya membebaskan pemohon dari jerat hukum, tetapi juga akan memperkaya pemohon.

Sementara, WNI yang patuh bayar pajak akan gigit jari. Sebab, dengan kepatuhannya, mereka harus bayar pajak 5 – 30 persen.

Apakah ketimpangan akan semakin membesar? Tentu saja.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+