Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keadilan dalam "Tax Amnesty", Mungkinkah?

Kompas.com - 26/05/2016, 11:00 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perdebatan seputar rencana pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty kembali mencuat.

Kali ini hal yang diperdebatkan adalah tarif tebusan yang harus dibayar peserta tax amnesty kepada negara.

Di mata sebagian pihak, tarif tebusan yang tertuang dalam draf RUU Tax Amnesty terlalu rendah dan tidak memenuhi rasa keadilan masyakarat yang selama ini membayar pajak.

Lantas mungkinkah ada keadilan dalam penerapan kebijakan tersebut?.

Bagi pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI), Darussalam, mencari rasa keadilan dari kebijakan tax amnesty memang bukan perkara mudah. Sebab, konsekuensi logis dari kebijakan pengampunan pajak adalah adanya ketidakadilan.

"Sekarang kita berdebat soal tarif dan dibawa ke ranah adil atau tidak adil. Ada yang bilang angka tarif sekarang kekecilan, kalau bisa tarifnya dinaikan lagi. Lantas pertanyaanya mau dinaikan hingga berapa?," ujar Darussalam kepada Kompas.com, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

"Umpamanya mau dinaikan menjadi 10 persen tarif tebusannya, apakah itu sudah memenuhi rasa keadilan?," lanjut dia.

Di mata hukum kata Darussalam, saat bicara keadilan pajak, tentunya harus mengacu kepada besaran tarif pajak penghasilan (PPh).

Saat ini kata dia, wajib pajak badan usaha dikenakan PPh 25 persen sedangkan wajib pajak pribadi yakni PPh 30 persen dan denda maksimal 48 persen.

Meski sudah ada ketentuan itu, ucap dia, tetap saja pemenuhan rasa keadilan dalam kebajikan tax amnesty sulit diukur dengan pasti.

"Keadilannya tidak akan pernah selesai karena abstrak, ukurannya susah," ucap Darussalam.

Ia menyarankan, pemerintah dan DPR tidak terpaku hanya kepada persoalan tarif tebusan untuk memenuhi rasa keadilan masyakarat. Jangan sampai akibat tarif tebusan yang tinggi, tax amnesty jadi sepi peminat.

Menurut dia, seharusnya pemerintah dan DPR fokus kepada dana yang bisa dibawa pulang ke dalam negeri atau dana repatriasi hasil kebijakan tax amnesty.

"Jangan sampai perdebatan tarif membuat tax amnesty gagal. Karena yang dicari bukan uang tebusan tapi dana repatriasinya," kata dia.

Sejauh ini, tarif tebus yang akan berlaku untuk deklarasi adalah 2 persen untuk tiga bulan pertama, 4 persen untuk tiga bulan kedua, dan 6 persen untuk enam bulan selanjutnya hingga 31 Desember 2016.

Sementara untuk tarif tebusan yang berlaku atas repatriasi dana adalah 1 persen untuk tiga bulan pertama, 2 persen untuk tiga bulan kedua, dan 3 persen untuk 6 bulan selanjutnya.

Kompas TV DPR Minta Jokowi Revisi RUU Perpajakan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com