Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemprov Jambi Minta Moratorium Lahan Kelapa Sawit Jangan Dipukul Rata

Kompas.com - 27/05/2016, 08:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAMBI, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi sebagai salah satu daerah yang memiliki sumber perekonomian mayoritas dari aktivitas perkebunan mendukung rencana Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan regulasi moratorium untuk lahan kelapa sawit dan lahan tambang.

(Baca: Presiden Siapkan Moratorium Lahan Kelapa Sawit dan Tambang)

Meski demikian, Kepala Dinas Perkebunan Pemprov Jambi Budidaya berharap penerapan moratorium tidak pukul rata, bagi perusahaan yang sudah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU).

"Sebenarnya kalau yang sudah eksisting ini monggo saja. Kalau tidak salah, maksud Pak Presiden itu moratorium terhadap pembukaan lahan baru. Tapi sekarang kan belum keluar (aturannya). Kalau yang eksisting ya permintaan saya jangan dipukul rata," kata Budidaya di kantornya, di Jambi, Kamis (26/5/2016).

Ketika dikonfirmasi sikap Pemprov Jambi seandainya regulasi itu keluar, Budidaya memastikan Pemprov tetap akan mematuhi regulasi yang ditetapkan pusat. Apalagi, kata dia, sudah tidak ada lagi areal yang bisa dipakai dalam hamparan luas untuk perkebunan kelapa sawit.

"Saya setuju moratorium, karena memang sudah tidak ada lahan baru lagi, di Jambi, di Riau juga. Sudah terokupasi semua," imbuh Budidaya.

Sebagai informasi, dalam kurun waktu lima tahun terakhir luas areal perkebunan kelapa sawit di Jambi terus bertambah.

Bedasarakan catatan Dinas Perkebunan Pemprov Jambi, luas areal perkebunan kelapa sawit yakni 513.595 Ha (2010), 532.293 Ha (2011), 589.340 Ha (2012), dan menjadi 593.433 Ha (2013).

Sedangkan pada tahun 2014 luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 622.845 Ha, yang terdiri dari luas areal milik perusahaan perkebunan 226.811 Ha, dan luas areal milik petani sawit rakyat 436.033 Ha.

Head of Stakeholders Relation Asian Agri Group, Asrini Subrata menyatakan, raksasa sawit yang beroperasi di Riau, Jambi, dan Asahan itu lebih fokus pada upaya intensifikasi lahan untuk peningkatan produktivitas, daripada ekspansi lahan.

Namun begitu, ketika ditanya sikap Asian Agri terhadap regulasi yang disiapkan pemerintah, Asrini hanya mengatakan bahwa pihaknya mengikuti apa yang menjadi sikap asosiasi.

Kaji ulang

Sebelumnya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai moratorium tersebut perlu diperjelas arah dan tujuannya serta perlu dikaji ulang.

"Kami dari Gapki sudah mengirim surat kepada Presiden yang kurang lebih isinya adalah mengapa moratorium harus dipertimbangkan," ungkap Sekertaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang, Selasa (26/4/2016). (Baca: Pemerintah Diminta Pertimbangkan Kembali Moratorium Kebun Sawit)

Menurut Dosen Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Ricky Avenzora, wacana moratorium adalah wacana yang keliru.

Dia bilang, jika kebijakan ini dimaksudkan sebagai upaya peningkatan kualitas produksi, produktifitas lahan, serta penerapan teknik pengelolaan lahan yang baik dan optimal maka Ricky menyetujui akan hal itu.

Namun, jika moratorium ini ditafsirkan dalam artian penghentian semua aktifitas pengembangan industri sawit nasional menurutnya perlu ada perdebatan keras akan hal ini."Keliru kalau di moratorium. Kita perlu berdebat keras untuk hal ini," kata Ricky.

Kompas TV Pemerintah Hentikan Pembukaan Lahan Sawit Baru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com