Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyederhanaan Prosedur Penyambungan Listrik Indonesia Dipersoalkan Bank Dunia

Kompas.com - 30/05/2016, 15:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Penyambungan listrik (Getting Electricity) menjadi salah satu indikator kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB) dalam survei Bank Dunia. Saat ini Indonesia menempati posisi 46 dari 189 negara dilihat dari indikator ini.

Pemerintah menargetkan untuk perbaikan peringkat EODB 2017 dari 109 menjadi 50 besar, maka ranking indikator Getting Electricity harus naik menjadi di posisi 24.

Untuk itu, sejak Senin (23/5/2016), delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani berkunjung ke Washington D.C, untuk rapat dengan Bank Dunia.

Kepala Divisi Niaga PLN (Persero) Benny Marbun yang ikut dalam rombongan, kepada Kompas.com mengatakan, permintaan Indonesia agar prosedur penyambungan listrik dari lima menjadi tiga prosedur, dipersoalkan Bank Dunia.

“Salah satu diskusi alot adalah permintaan Indonesia agar dua dari lima prosedur Getting Electricity dijadikan satu, karena memang pelaksanaannya sekarang sekaligus dilakukan oleh kontraktor yang ditugaskan PLN dengan petugas PLN,” kata Benny, Jumat (27/5/2016).

Satu prosedur yang dihilangkan yaitu, survei. PLN menyampaikan ke Bank Dunia bahwa sekarang PLN di Jakarta dan Surabaya tidak lagi memerlukan survei kepada calon pelanggan saat pemasangan.

Sebabnya, di kedua kota tersebut PLN sudah mempunyai Geographical Information System (GIS) yang memungkinkan petugas PLN mengetahui kondisi jaringan di lokasi yang dimohonkan konsumen, tanpa petugas mendatangi.

Sementara itu, kedua prosedur yang ingin disatukan tersebut adalah “external works by electrical contractor” dan “final connection by PLN”.

Benny mengatakan, tim Bank Dunia tidak bisa menerima permintaan Indonesia, sebab menurut mereka ada dua kegiatan di sana.

“Nah, tim Indonesia protes karena sepertinya Bank Dunia punya standar ganda. Sebab, Bank Dunia pada surveinya di Korea Selatan menjadikan kedua kegiatan itu menjadi satu prosedur saja, yaitu ‘Receive external works, meter installation, and electricity flow’,” imbuh Benny.

Lebih lanjut dia bilang, tim Bank Dunia berkelit dengan mengatakan bahwa di Korea Selatan, ketika memasang meter dan menyalakan listrik, PLN-nya Korea Selatan tidak perlu bertemu dengan konsumen.

Mendengar argumentasi tim Bank Dunia, Benny mengaku delegasi Indonesia tidak dapat mendesak lebih jauh.

“Kami tidak dapat mendesak lebih jauh. Yang akan kami lakukan adalah mencari tahu apakah Kepco (PLN-nya Korsel) memang tidak perlu bertemu konsumen ketika memasang meter dan menyalakan sambungan baru,” kata Benny.

Dalam pertemuan tersebut tim Bank Dunia terdiri dari Director of the World Bank's Global Indicators Group Augusto Lopez-Claros, Senior Private Sector Development Specialist Doing Business Unit Santiago Croci Downes, Private Sector Development Specialist Doing Business Valentina Saltane, serta Private Sector Development Specialist Doing Business Charlotte Nan Jiang.

Sementara itu tim Indonesia terdiri dari Franky Sibarani, Benny Marbun, Hakim Agung Syamsul Ma'arif, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM Freddy Haris, pejabat BKPM dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain membahas perbaikan peringkat EODB, tim Indonesia memaparkan perkembangkan iklim investasi di Indonesia, program pembangunan infrastruktur, serta 12 paket ekonomi yang sudah dirilis pemerintah.

Kompas TV 2 Bulan Ini Nias Gelap Gulita

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com