Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Pertanyakan Penilaian S&P untuk Peringkat Indonesia

Kompas.com - 03/06/2016, 11:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mempertanyakan hasil penilaian terbaru lembaga pemeringkat internasional Standard and Poors (S&P) yang belum memberikan peringkat layak investasi (investment grade) kepada Indonesia pada Juni 2016.

"Terus terang kami agak mempertanyakan karena alasan S&P ini kebanyakan sama dengan alasan-alasan sebelumnya, jadi kami melihat tidak ada sesuatu yang baru," kata Bambang saat ditemui di Jakarta, Kamis (2/6/2016).

Bambang mengatakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini lebih baik dari kebanyakan negara maju dan berkembang yang mendapatkan imbas dari perlambatan perekonomian global. Situasi ini juga sejalan dengan penilaian terbaru S&P.

"Di tengah kondisi ekonomi global, di mana banyak sekali negara emerging yang malah di-downgrade, kami melihat bahwa posisi dari S&P ini masih cukup baik. Maksudnya Indonesia dibandingkan negara-negara emerging bahkan negara maju," ucapnya.

Namun, menurut Bambang, kondisi rasio utang terhadap PDB Indonesia maupun pengelolaan pembiayaan pemerintah dari pinjaman, saat ini dalam kondisi baik, bahkan dari negara-negara yang telah mendapatkan peringkat layak investasi.

"Kalau yang digunakan adalah rasio utang atau jumlah pinjaman, sekali lagi standar negara-negara yang sudah mendapat invesment grade banyak yang debt to GDP rasionya jauh di atas kita, defisitnya pun di atas kita. Jadi terus terang, saya agak mempertanyakan S&P ini," ujarnya.

Bambang bahkan menegaskan investor portofolio tidak terlalu terpengaruh dengan penilaian S&P karena mereka tetap merespons dengan baik rencana pemerintah untuk menerbitkan obligasi berdenominasi Euro (Euro Bonds) dalam waktu dekat.

"Kebetulan tim kita lagi ada di Eropa untuk roadshow euro bond. Begitu tanggapan S&P keluar, tanggapan investor adalah mereka tidak mempedulikan hitungan itu, dan berpendapat surat utang Indonesia adalah surat utang yang layak setara dengan investment grade," jelasnya.

Peringkat Indonesia

Sebelumnya, lembaga pemeringkat internasional S&P dalam publikasi terbarunya belum memberikan peringkat "investment grade" atau layak investasi kepada Indonesia pada Juni 2016.

Lembaga pemeringkat yang bermarkas di New York, AS, itu menekankan bahwa kinerja instrumen fiskal atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pemerintah belum begitu membaik, baik yang telah berjalan secara rutin maupun secara struktural.

Namun, S&P memuji kerangka penyusunan instrumen fiskal Indonesia, yang seharusnya dapat meningkatkan kualitas dari belanja pemerintah dan pada akhirnya memberikan manfaat ekonomi dari instrumen fiskal sesuai ekspektasi.

Oleh karena itu, S&P memberikan peringkat BB+ untuk peringkat surat utang jangka panjang dan B untuk surat utang jangka pendek. Prospek untuk peringkat jangka panjang bagi Indonesia adalah positif.

S&P menekankan jika kerangka fiskal yang sudah disusun pemerintah mampu diiringi dengan perbaikan performa fiskal, dengan penurunan defisit anggaran dan jumlah pinjaman, tidak menutup kemungkinan peringkat Indonesia akan naik.

Kompas TV S&P: Indonesia Berpotensi Naik ke Investment Grade

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber ANTARA


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com