Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI 5,1 Persen

Kompas.com - 20/06/2016, 13:03 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 mencapai 5,1 persen. Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves mengatakan, angka itu lebih baik dibandingkan Brazil dan Meksiko.

"Pemulihan ini bukan karena sumber daya alam, tetapi reformasi kebijakan," kata Rodrigo dalam laporan Bank Dunia, Indonesia Economic Quarterly Juni, di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (20/6/2016).

Konsumsi swasta diperkirakan akan sedikit meningkat karena inflasi yang moderat, Rupiah yang relatif stabil, lebih rendahnya harga energi, perkiraan kenaikan PTKP dan gaji ke-14 untuk pegawai negeri.

Bank Dunia mengestimasikan inflasi 2016 cukup rendah di level 3,9 persen. Meski begitu, Rodrigo mewanti-wanti pemerintah akan potensi harga bergejolak, utamanya dari komoditas pangan, apalagi pada bulan-bulan perayaan hari raya.

Pengeluaran pemerintah diproyeksikan akan meningkat pada tiga kuartal-I berikut sejalan dengan tren historis.

Perhitungan Bank Dunia menunjukkan bahwa 90 persen dari sasaran investasi APBN 2016 dapat dicapai dengan proyeksi penerimaan yang bahkan lebih rendah dari APBN Perubahan 2016.

“Kebijakan keuangan yang penuh kehati-hatian, peningkatan investasi pemerintah di bidang infrastruktur dan reformasi kebijakan guna memperkuat iklim investasi, telah menopang Indonesia dalam mempertahankan pertumbuhannya di kisaran 5,1 persen," kata Rodrigo.

Bank Dunia terjadi peningkatan defisit fiskal dari -2,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi -2,8 persen terhadap PDB. Sementara itu, defisit neraca transaksi berjalan juga melebar dari -2,1 persen terhadap PDB menjadi -2,3 persen terhadap PDB.

Reformasi Kebijakan

Rodrigo menuturkan, Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2016 sebesar setengah persen, dari 2,9 persen menjadi 2,4 persen. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan berdampak terhadap pemulihan ekonomi Indonesia.

Namun, kata dia, sebagaimana disampaikan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong pemerintah Indonesia perlu melanjutkan reformasi kebijakan yang sudah dimulai sejak kuartal-III 2015.

Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop menambahkan, dengan melemahnya sektor komoditas, Indonesia sebaiknya meraih kesempatan memperluas sektor manufaktur dan jasa.

Sebab, catatan Bank Dunia, peran Indonesia dalam sektor manufaktur dunia tidak banyak berubah 15 tahun terakhir, berkembang rata-rata di kisaran 0,6 persen.

"Ini adalah kesempatan besar untuk terus melaksanakan reformasi, yang dapat memperkuat daya saing sektor manufaktur dan jasa, khususnya pariwisata," ujar Diop. 

Selain reformasi yang terus berjalan, penting juga adanya strategi yang berpusat pada pengaiihan teknologi atau pembangunan kapas’itas terkait disain produk, perencanaan dan pembangunan industri yang penuh prospek.

"Kemitraan yang kuat dengan sektor swasta juga sangat penting guna meremajakan industri dan naik kelas di bidang teknologi," pungkas Diop.

Kompas TV Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com