Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/06/2016, 15:40 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Dalam praktiknya, penggunaan tenaga kerja asal Indonesia merupakan prioritas berdasarkan prinsip efektivitas dan efisiensi. Penggunaan tenaga kerja asing dibatasi ketat, hanya diperbolehkan ketika belum ada tenaga kerja lokal yang bisa menangani pekerjaan terutama terkait peningkatan produksi migas nasional.

Itu pun, tenaga kerja asing harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti masa kerja minimal 10 tahun di bidang yang sama. Dalam catatan SKK Migas, per 2015 tercatat ada 31.745 tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja pada Kontraktor KKS, sementara pekerja asing hanya 1.024 orang.

Mengoptimalkan potensi minyak dan gas merupakan tantangan Indonesia ke depan, di tengah lonjakan konsumsi bahan bakar minyak sekaligus anjloknya harga minyak dunia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkecimpung di bidang ini pun menjadi konsekuensi yang harus dihadapi pada kondisi tersebut.

Ibarat kepala koki di dapur yang memastikan para tukang masaknya memiliki kecakapan memadai, SKK Migas pun melakukan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan kapasitas para pekerja di sektor hulu migas, terutama mereka yang berasal dari Indonesia.

Tujuan dari sejumlah inisiatif itu adalah memastikan pekerja anak bangsa menguasai kompetensi kegiatan hulu migas yang padat modal, padat risiko, dan padat teknologi.

Inisiatif itu mulai dari kontribusi penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang Sumber Daya Manusia (SDM) hingga upaya mendorong Kontraktor KKS mengirimkan tenaga kerja dari Indonesia ke unit bisnis di luar negeri.

Sejumlah inisiatif tersebut membuahkan hasil HRD Excellence Award 2015 dari Organisasi Artdo International bagi SKK Migas. Ekonomi yang sedang tak memihak sektor migas disikapi SKK Migas dengan mendorong Kontraktor KKS mengedepankan upaya efisiensi selain pemecatan pegawai. 

Kalaupun semua upaya lain untuk efisiensi tak mencukupi sehingga pemecatan tak terhindarkan, pelaksanaannya diharapkan melalui mekanisme kesepakatan bersama. Jangan sampai, bukan puasa di lepas pantai yang menghilangkan penghidupan para pekerja berat ini melainkan keputusan yang terburu-buru dalam situasi ekonomi terkini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com