Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Properti dan Kredit Perbankan yang "Mampet"

Kompas.com - 23/06/2016, 06:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Bisa dikatakan, fungsi intermediasi perbankan dalam 4 bulan pertama 2016, tidak berjalan.

Laju penyaluran kredit baru begitu lambat, bahkan lebih lambat dari pelunasan kredit oleh debitor.

Posisi (outstanding) kredit per akhir April 2016 sebesar Rp 4.006 triliun, tumbuh negatif dibandingkan akhir Desember 2015 yang senilai Rp 4.057 triliun.

Negatifnya pertumbuhan kredit hingga akhir bulan keempat jelas sangat mengkhawatirkan.

Pola ini tergolong tidak lazim karena pada tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan negatif biasanya hanya terjadi sampai bulan ketiga tahun berjalan.

Secara tahunan (year on year), pertumbuhan kredit juga menyedihkan karena hanya mencapai 7,7 persen.

Sudah 3 tahun, sejak 2014, pertumbuhan kredit perbankan seolah mampet.

Padahal, kecuali tahun 2009, pertumbuhan kredit perbankan nasional selama periode 2002 – 2013 selalu di atas 20 persen.

Namun, pada 2014, pertumbuhan kredit anjlok menjadi hanya 11,56 persen. Pada 2015, pertumbuhan kredit makin nyungsep karena hanya 10,12 persen.

Pertumbuhan kredit tahun 2015 itu tercatat sebagai salah satu yang terendah selama era reformasi.

Lambatnya penyaluran kredit tentu saja berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meloyo dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,02 persen. Tahun berikutnya,  pertumbuhan ekonomi malah melambat menjadi 4,79 persen.

Pada triwulan I 2016, pertumbuhan ekonomi tetap rendah, hanya sebesar 4,92 persen.

Ekonomi Indonesia loyo karena harga berbagai komoditas seperti batubara dan energi anjlok drastis. Padahal, komoditas tambang dan bahan mentah lainnya merupakan andalan ekspor Indonesia.

Seiring itu, perekonomian global yang tengah melemah berimbas pula ke perekonomian domestik. Dampaknya, investasi asing dan domestik  merosot.

Karena kinerja dunia usaha melempem, pajak yang diterima negara pun tidak seperti yang diharapkan. Ujungnya, belanja negara pun terhambat.

M Fajar Marta/Kompas.com Laju Pertumbuhan Kredit

NPL

Melihat seretnya penyaluran kredit hingga April 2016, target pertumbuhan kredit  12 persen di ujung tahun yang dicanangkan perbankan niscaya bakal sulit tercapai.

Memang betul, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diperkirakan akan lebih baik ketimbang tahun lalu. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar 5 – 5,4 persen.

Dalam RAPBN Perubahan  2016 yang kini tengah dibahas, pemerintah dan DPR kemungkinan menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sebesar  5,2 persen.

Namun, indikator-indikator tersebut dinilai belum cukup untuk mendongkrak penyaluran kredit.

Persoalannya saat ini, perbankan juga dihantui oleh meningkatnya kredit macet (non performing loan/NPL).

Per April 2016, NPL perbankan nasional mencapai 2,92 persen, meningkat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,58 persen.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com