Seperti diungkapkan Gubernur BI Agus Martowardojo, merupakan kewajaran jika kurs rupiah bergejolak akibat Brexit.
Namun, gejolak tersebut bersifat temporer dan akan reda dalam beberapa waktu ke depan.
Menko Perekonomian Darmin Nasution pun mengungkapkan hal serupa.
Karena ketidakpastian yang meningkat akibat Brexit, investor cenderung melepas asetnya dalam rupiah dan mengalihkannya ke aset yang lebih aman dalam dollar AS atau emas.
Ketika ketidakpastian mulai mereda dan investor sudah bisa mengalkulasi risiko yang timbul, dana yang keluar akan kembali ke Indonesia.
Perdagangan
Lalu, bagaimana mengukur pengaruh fundamental Brexit terhadap perekonomian Indonesia?
Faktor fundamental yang harus dilihat tentulah perdagangan antara Inggris dan Indonesia serta investasi langsung (Penanaman Modal Asing/PMA) Inggris di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata porsi nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Inggris hanya 1,2 persen dari total nilai ekspor nonmigas Indonesia ke seluruh dunia.
Pada tahun 2015 misalnya, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Inggris sebesar 1,53 miliar dollar AS atau 1,16 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia yang sebesar 131,73 miliar dollar AS.
Pada tahun 2015, Inggris berada di urutan ke-21 negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia.
Ekspor Indonesia ke Inggris kalah jauh dibandingkan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, China, Jepang, India, dan Singapura
Dibandingkan negara-negara yang tergabung dalam UE, ekspor Indonesia ke Inggris juga masih kalah dibandingkan ekspor Indonesia ke Belanda, Jerman, dan Italia.
Pada triwulan I 2016, ekspor nonmigas Indonesia ke Inggris sebesar 364 juta dollar AS atau 1,2 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia ke seluruh dunia.
Sementara itu, rata-rata porsi ekspor Indonesia ke UE terhadap total ekspor adalah 10 persen.