Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tax Amnesty" untuk Koruptor atau Perekonomian?

Kompas.com - 04/07/2016, 17:34 WIB
Achmad Fauzi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mencanangkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Kebijakan ini nantinya diharapkan bisa menambah penerimaan negara dari pajak yang ditargetkan sebesar Rp 165 triliun.

Kebijakan ini juga nantinya bisa diharapkan menumbuhkan perekonomian negara yang selama ini sedang mengalami perlambatan.

Namun, masih ada pihak yang memandang kebijakan tax amnesty ini hanya untuk melindungi para koruptor yang menyimpan dana hasil korupsinya di luar negeri.

Seperti diberitakan, para peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menilai bahwa kebijakan tax amnesty ini hanya untuk melindungi kejahatan ekonomi trans-nasional saja.

Pandangan tersebut langsung dibantah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden dalam pidatonya saat acara pencanangan kebijakan tax amnesty mengatakan, Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang baru disetujui DPR RI bukan berarti pengampunan bagi koruptor.

"Tax Amnesty bukan upaya pengampunan bagi koruptor atau pemutihan terhadap pencucian uang. Tidak," ujar Jokowi Jumat lalu.

Jokowi juga menuturkan dalam pidatonya, dana yang didapat dari kebijakan tax amnesty juga digunakan untuk kepentingan rakyat.

Seperti halnya pembangunan infrastruktur yang bisa menumbuhkan perekonomian negara.

Memang kenyataannya dalam pelaksanaan tidak hanya orang yang mempunyai dana banyak saja yang bisa mengikuti kebijakan tax amnesty.

Namun, semua wajib pajak (WP) juga bisa memanfaatkan kebijakan tax amnesty dengan mendaftarkan hartanya yang belum dikenakan pajak.

Bahkan, para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini lolos dari pembayaran pajak pun bisa mengajukan hartanya lewat kebijakan tax amnesty.

Para pengamat juga mengatakan kebijakan tax amnesty ini masih sesuai dengan konstitusi negara, yakni Undang-undang Dasar 1945.

Para pengamat menilai, kebijakan tax amnesty ini masih sejalan dengan UUD 1945 Pasal 23 A yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang".

Dalam UUD 1945 tersebut sudah jelas bahwa pajak itu diatur oleh Undang-undang (UU). Sehingga kebijakan tax amnesty masih berjalan lurus yang bisa digunakan membangun perekonomian negara.

Pengamat juga menilai, kebijakan tax amnesty ini sebagai jalan keluar dari kemandekan ekonomi Indonesia dari sisi pajak.

Kita ketahui bahwa penerimaan pajak dari tahun ke tahun belum mencapai target. Menurut data penerimaan pajak, pada tahun lalu hanya Rp 1.055 triliun atau 81,5 persen dari target sebesar Rp 1.294,25 triliun.

Pada Mei 2016, angkanya telah mencapai Rp 364,1 triliun atau 26,8 persen dari target dalam APBN 2016 sebesar Rp 1.360,1 triliun.

Sehingga dengan adanya kebijakan tax amnesty ini diharapkan mampu menambal penerimaan pajak.

Hingga kini masyarakat masih menunggu hal konkret dari pemerintah tentang kebijakan tax amnesty.

Saat ini, pemerintah sedang merumuskan aturan-aturan turunan yang mendukung pelaksanaan kebijakan tax amnesty.

Masyarakat hanya bisa berharap kebijakan tax amnesty ini bisa berjalan efektif dan bisa menumbuhkan perekonomian negara.

Dan tentunya kebijakan tax amnesty diharapkan bisa menciptakan banyak lapangan kerja dan peluang pembangunan infrastruktur.

Kompas TV Inilah Konsekuensi Pengaju Pengampunan Pajak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com