Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Inco Harper
Dosen Universitas Multimedia Nusantara

Dosen & Koordinator Konsentrasi Public Relations Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Pernah menjadi praktisi periklanan. Pencinta audiophile dan film-film hi-definition.

Komunikasi Lokal Merek Global

Kompas.com - 08/07/2016, 10:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Saat mudik bukan hanya tentang silaturahmi manusia. Mudik juga berarti berkesempatan menikmati kembali berbagai merek lokal khas daerah asal masing-masing. Menikmati kenangan dalam merek-merek lokal yang masih tetap eksis setelah puluhan tahun berlalu.

Bagi saya yang tak punya tradisi mudik, karena lahir dan besar di Jakarta, aroma nostalgia dapat ikut saya rasakan lewat share teman-teman lewat media sosial.

Yang paling sering mondar-mandir di media sosial adalah foto-foto kuliner lokal, mulai yang hanya dikenal di daerah asal sampai yang namanya sudah terkenal sampai ke Ibukota.

Indonesia mempunyai karakter pemasaran yang sangat unik. Setiap daerah di Indonesia pada umumnya memiliki merek lokal yang secara peredaran cakupannya juga lokal, namun memiliki loyalitas konsumen yang sangat tinggi.

Beberapa kategori produk seperti kecap, teh, kopi dan rokok, memiliki ratusan merek daerah masing-masing, tentu dengan racikan dan resep khas daerah tersebut.

Sari Wangi, sebuah merek teh celup lokal yang diakuisisi Unilever pada tahun 1989, boleh saja menguasai pasar teh celup berskala nasional.

Namun merek-merek teh lokal tetap kukuh menguasai pasar lokal seperti Teh Dandang di Wonogiri dan Teh Tjatoet yang menjadi bahan dasar teh di banyak angkringan Yogyakarta.

Kecap ABC (merek lokal yang diakuisisi Heinz pada tahun 1999) dan Kecap Bango (merek lokal yang diakuisisi Unilever pada tahun 2001) menjadi dua pemain pasar kecap secara nasional.

Namun jika kita singgah di berbagai daerah di Pulau Jawa, masing-masing daerah punya merek kecap lokal kebanggan daerah masing-masing yang tak tergoyahkan.

Menurut Interbrand, pada tahun 2015 Coca-Cola menempati peringkat ke-3 Best Global Brand. Namun di Indonesia, Coca-Cola hanya memiliki market share sebesar 4% dalam kategori minuman ringan.

Kalah oleh Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) 31% dan Teh Siap Minum 22,5%. Kategori minuman kola bahkan kalah jika dibandingkan dengan minuman berkarbonasi non-kola 10,3%.

Mencoba Jurus Lokal

Pasar Indonesia yang begitu besar membuat banyak merek-merek global untuk masuk dan mencicipi manisnya kue tersebut.

Beberapa kategori produk memang akhirnya dapat merajai pasar Indonesia, alasannya karena tidak adanya pemain lokal pada kategori tersebut. Ataupun jika ada, kategori produk tersebut memanglah melekat pada merek-merek global, bukan lokal.

Sebut saja untuk kategori produk-produk teknologi berbasiskan teknologi seperti smartphone dan komputer. Walaupun terdapat pemain dengan merek lokal, namun pemimpin pasar merupakan merek-merek global.

Begitu juga pada kategori otomotif, tak adanya merek lokal membuat merek-merek global menguasai pasar di Indonesia.

Namun untuk kategori consumer goods, tak dapat dipungkiri bahwa merek lokal menjadi kompetitor tangguh merek-merek global.

Konsumen yang memiliki tradisi panjang tentang lokalitasnya membuat merek global harus membuat strategi khusus dalam aktivitas komunikasi pemasaran mereka.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Teh tradisional kemasan dari berbagai daerah di Indonesia.
Akuisisi merek lokal oleh merek global menjadi salah satu strategi yang dilakukan. Strategi ini dapat ditemukan dengan masuknya perusahaan global dalam merek-merek lokal seperti berbagai merek ABC (kecap, saus sambal, bumbu masak, dll), Kecap Bango, Aqua, Teh Sari Wangi, Taro, sampai berbagai produk rokok Sampoerna yang saat ini telah dimiliki oleh Philip Morris asal Amerika.

Strategi berikutnya adalah membuat merek lokal dengan tujuan bersaing dengan kompetitor lokal. Sebut saja Coca-Cola Company yang menciptakan Frestea untuk berkompetisi dengan Teh Botol. Coca-Cola sadar bahwa orang Indonesia lebih memilih minum teh sebagai kombinasi makanan mereka ketimbang minuman berkarbonasi.

Jika Coca-Cola di Amerika tak bisa dipisahkan dari burger dan pizza, maka orang Indonesia akan memilih teh alih-alih Coca-Cola setelah makan sate ataupun gado-gado yang jelas-jelas akan merusak lokalitas rasa makanan tersebut.

Strategi terakhir dari merek global adalah melakukan pendekatan komunikasi kultural dengan mengedepankan sensitivitas isu-isu lokal.

Cara ini dapat dilihat dari dua perspektif: mengubah produk dengan selera pasar lokal atau produknya tetap tapi berkomunikasi dengan cara lokal.

Komunikasi Antar Budaya Sebagai Kunci

Dulu saat saya masih kuliah dan mendapatkan mata kuliah Komunikasi Antar Budaya, saya beranggapan bahwa komunikasi ini hanyalah akan berguna jika saya pergi ke luar negeri saja.

Tak pernah terpikirkan bahwa kemampuan komunikasi antar budaya justru akan sangat berguna saat saya bekerja di industri periklanan.

Saat saya menangani sebuah merek global dan harus membuat kampanye di Surabaya, saya dan tim harus mempelajari bagaimana masyarakat lokal berkomunikasi.

Dari situlah kemudian lahir iklan radio, iklan cetak dan billboard yang menggunakan bahasa lokal. Penggunaan radio-radio lokal juga bertujuan masuk dalam komunitas-komunitas lokal yang ada.

Suka atau tidak, kemampuan komunikasi lokal sebuah merek global menjadi kunci keberhasilan merek tersebut.

Jika sebuah merek global tetap mempertahankan bentuk komunikasi globalnya tanpa ada penyesuaian dengan konsep lokal maka bukan tidak mungkin akan terjadi penolakan terhadap merek tersebut.

Paling tidak yang akan terjadi adalah sebuah kebingungan komunikasi.

McDonalds, ketika masuk Indonesia harus sadar bahwa orang Indonesia lebih terbiasa makan ayam goreng daripada burger, lebih terbiasa makan nasi daripada kentang goreng.

Oleh karena itu jenis menu juga harus disesuaikan dengan orang Indonesia, ada nasi dan paket ayam. Jagoan McDonalds seperti BicMac mungkin kalah laku di Indonesia, dikalahkan paket ayam.

Dan mungkin, hanya di Indonesialah Burger King (yang terkenalnya memang jualan burger) akhirnya menyerah dan mau berjualan ayam goreng.

Coca-Cola sampai harus menggunakan tokoh Indonesia “Si Kabayan” dalam iklan televisinya. Menggunakan dangdut, tema rombongan kawin dan Coca-Cola sebagai teman makan nasi Padang dalam iklan televisi lainnya. Melakukan pendekatan kultural dengan konteks asli Indonesia.

Sayangnya, untuk konsep Coca-Cola sebagai teman makan nasi Padang saya rasa agak berlebihan, karena sampai saat ini saya rasa teh panas pahit lebih cocok sebagai peluruh lemak dalam nasi Padang.

Namun Unilever juga pernah gagal ketika merilis produk Tara Nasiku, nasi goreng cepat saji yang menurut saya cukup sulit cara pembuatannya.

Mungkin Unilever beranggapan bahwa nasi sebagai makanan pokok orang Indonesia pada umumnya dan nasi goreng merupakan menu populer di Indonesia sehingga Tara Nasiku cocok untuk orang Indonesia.

Dengan cara pembuatan yang sulit, saya kira orang akan lebih memilih nasi goreng tektek komplek yang sama harganya.

Dari contoh-contoh di atas, saya dapat mengatakan bahwa riset tentang bagaimana komunikasi lokal mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan komunikasi lokal sebuah merek global.

Para pemasar merek global dan biro iklannya, terutama para ekspat, harus mempelajari komunikasi antar budaya, minimal agar pesan komunikasinya dapat diterima dan tidak terasa asing di target audiensnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com