Meski bukan merupakan objek pajak, reksa dana merupakan harta dan untuk itu perlu dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Untuk yang belum sempat, momentum amnesti pajak pada tahun 2016 ini merupakan kesempatan bagi kita untuk mendeklarasikannya.
Bagaimana cara pelaporan reksa dana yang benar?
Struktur dari SPT perorangan pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu penghasilan, harta dan utang. Penambahan harta yang wajar adalah yang bisa dijelaskan dari besarnya penghasilan dan tambahan hutang.
Untuk penghasilan sendiri, selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu penghasilan yang terkena pajak penghasilan progresif seperti gaji, komisi, dan bonus; penghasilan yang terkena pajak final seperti dividen saham dan kupon obligasi; dan penghasilan yang bukan objek pajak seperti uang pertanggungan asuransi dan keuntungan reksa dana.
Penjelasan mengenai jenis-jenis penghasilan yang lebih lengkap bisa dilihat di UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Dalam konteks pelaporan dalam SPT, reksa dana bisa dilaporkan dalam 2 segmen yaitu sebagai harta dan sebagai penghasilan bukan objek pajak.
Sebagai ilustrasi seorang investor berinvestasi pada reksa dana senilai Rp 100 juta pada tanggal 5 Januari 2015. Pada 31 Desember 2015, nilai reksa dana telah mencapai Rp 110 juta karena kenaikan harga.
Dengan menggunakan ilustrasi di atas, maka dalam SPT 2015 wajib pajak akan melaporkan
reksa dana pada bagian kolom harta sebesar Rp 100 juta dengan kode 036. Pelaporan reksa dana dalam bagian harta menggunakan harga perolehan, bukan harga pasar.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.