Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf Revisi Aturan Infrastruktur Telekomunikasi Harus Penuhi Asas Transparansi

Kompas.com - 27/07/2016, 18:52 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam kebijakan publik (public policy) dan perundang-undangan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, pemerintah harus melibatkan peran masyarakat.

Sebab, penagku kepentingan seperti pelaku bisnis dan masyarakat, bisa saja terkena dampak dari kebijakan tersebut.

Hal tersebut dipaparkan oleh pengamat kebijakan publik Riant Nugroho, mengomentari revisi revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 tahun 2000 yang mengatur tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP 53 tahun 2000 tentang frekuensi dan orbit satelit.

Menurut dia, revisi aturan telekomuniaksi tersebut harus transparan agar memenuhi asas transparasi.

Dia menjelaskan, di dunia akademisi, ada tiga kriteria kebijakkan publik. Pertama adalah kebijakan publik yang pembahasannya benar-benar tertutup.  Ini disebabkan kebijakkan publik tersebut menyangkut keamanan nasional.

Kriteria kedua adalah kebijakkan yang semi transparan. Biasanya kebijakkan ini menyangkut persaingan usaha.

Terakhir adalah kebijakkan yang harus benar-benar melibatkan partisipasi publik secara terbuka. Public policy ini biasanya berhubungan dengan pelayanan publik dan interaktivitas publik.

“Kalau dilihat revisi kedua PP ini memberikan pengaruh ke publik. Ini artinya seluruh pelaku usaha telekomunikasi harus dimintai pendapatnya dan persetujuannya," kata dia.

Dari catatan yang dimiliki Riant, hingga saat ini hanya sekitar 5 persen saja public policy yang sifatnya tertutup. Sedangkan yang setengah terbuka diperkirakan hanya sebesar 10 persen. Sisanya merupakan public policy yang sifatnya harus dibuka secara umum kepada publik.

Seperti diketahui, Telkom Group mengaku tak dilibatkan dalam revisi kedua PP yang akan mengubah lanskap industri telekomunikasi itu.

Dari kabar beredar menyatakan ada dua pasal dari kedua PP yang menjadi titik krusial yakni Pasal 12 revisi PP 52 tahun 2000 dan pasal 25 revisi PP 53 tahun 2000.

Pasal 12 revisi PP 52 tahun 2000 membahas mengenai network sharing. Dalam revisi PP tersebut dijelaskan network sharing merupakan kewajiban seluruh operator telekomunikasi di Indonesia.

Sedangkan di Pasal 25 revisi PP 53 tahun 2000 diijinkan frekuensi atau spektrum yang dikuasai operator telekomunikasi dapat dipindah tangankan.

Padahal frekuensi merupakan sumberdaya terbatas yang dimiliki oleh negara dan tidak bisa perdagangkan atau dialihkan.

"Sebaiknya draft itu ditarik kembali, setelah itu Kemenkominfo mengajak para pelaku bisnis telekomunikasi untuk duduk bersama membahas revisi kedua PP yang kontroversial tersebut," saran dia.

Setelah itu, baru dilakukan simulasi kebijakan, agar dampak negatif dari public policy yang akan dikeluarkan dapat diketahui sehingga tak menjadi permasalahan ru dikemudian hari,” saran dia.
 
Dia melanjutkan, jika Kemenkominfo tak melibatkan publik dalam pembahasan revisi kedua PP tersebut artinya mengabaikan prinsip good governance yang tengah digiatkan Presiden Joko Widodo.
 
Informasi Publik
 
Wakil Ketua Desk Ketahanan dan Keamanan Cyber Nasional, Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Prakoso, melihat revisi kedua PP tak termasuk di dalam informasi publik yang dikecualikan di dalam UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Di dalam UU No 14 tahun 2008 pasal 17 dijelaskan berbagai kreteria informasi publik yang dikecualikan.

“Jika kementerian teknis tak menyebutkan revisi tersebut termasuk yang dikecualikan menurut UU, maka menurut hemat saya informasi tersebut harus dibuka kepada publik,” terang dia.

Kompas TV Verizon Mengakuisisi Yahoo!


 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com