JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai beberapa proyek pembangunan infrastruktur tidak dipikirkan secara matang oleh pemerintah Jokowi-JK. Ia mencontohkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dalam sebuah diskusi on air di Jakarta, Sabtu (6/8/2016) Faisal mengatakan, Jokowi terlihat sebagai sosok yang ingin mewujudkan pembangunan fisik yang bisa terlihat secara kasat mata dalam waktu cepat.
"Karena tidak dipikirkan secara matang, malah jalannya menjadi tergopoh-gopoh," ujar Faisal.
"Misalnya kereta cepat Jakarta-Bandung. Ndak ada progress-nya sejak diresmikan. Kan tidak dipikirkan secara matang, dan rentan terhadap intervensi," imbuh akademisi Universitas Indonesia (UI) itu.
Catatan Kompas.com yang terangkum dalam liputan khusus "Kereta Cepat Jakarta-Bandung", proyek yang digarap perusahaan patungan China dan konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) ini menuai banyak kontroversi.
Mulai dari tender proyek hingga akhirnya dimenangkan oleh China, dan kemudian dibentuk PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), serta pemancangan tiang pertama (ground breaking), hingga kini pembangunannya seret.
Menteri Perhubungan kala itu, Ignasius Jonan enggan menghadiri seremonial ground breaking yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Di sisi lain, Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno selalu setia mengawal berjalannya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Banyak pihak juga telah melempar kritik terhadap mega proyek senilai 5,1 miliar dollar AS atau setara Rp 67,83 triliun tersebut (kurs 13.300). Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah menilai Jokowi terburu-buru mengambil keputusan penting tersebut.
Dikhawatirkan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hanya akan menjadi mainan baru Jokowi dan bernasib serupa Esemka.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga mendapat kritikan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Direktur WALHI Zaenal Muttaqien mengatakan, pemaksaan kehendak Jokowi atas pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.