Hal ini setidaknya merupakan sebuah pengalaman saya sekitar tahun 2008 saat pasar mengalami koreksi 50 persen dari titik tertingginya, yang membuat kerugian atas portofolio saya di pasar Amerika lebih dari separuh.
Namun tidak ada hari ini bila tidak pernah terjadi hari itu, saya banyak belajar atas krisis yang pernah terjadi pada pasar finansial global.
Kejatuhan harga saham pada saat itu, membuat saya kembali dengan sisa-sisa tenaga mengumpulkan saham-saham yang masih memiliki potensi ke depannya dan pilihan saya sebagian jatuh pada saham-saham properti.
Hal terakhir yang saya ingat, ketika berlalu satu tahun, kenaikan harga saham properti malah membuat saya bisa memiliki properti sesungguhnya.
Tidak heran bila ditanyakan kepada orang Indonesia, nasihat turun temurun investasi itu adalah belilah tanah dan belilah emas!
Yang menjadi sebuah perkaranya, apakah informasi tersebut relevan? Atau justru nasihat itu ibarat "pil ajaib" yang berlaku bagi semua masa?
Di tahun 2016 ini, saya coba iseng-iseng mencari data pergerakan harga properti yang katanya paling hot se-Indonesia, yaitu daerah Tangerang.
Mohon maaf ya, karena keterbatasan data, saya cuma bisa ambil data 1 tahun. Kalau ada rekan-rekan yang punya data pergerakan harga property, dengan jauh lebih panjang misalnya 10 tahun dan pada banyak daerah, saya dengan senang hati akan mencoba kembali membuat artikelnya.
Saya juga akan coba ambilkan pergerakan harga saham yang menjadi pengembang di area Tangerang. Contohnya seperti Bumi Serpong Damai (BSDE), Summarecon (SMRA), Lippo Karawaci (LPKR), dan Alam Sutera (ASRI).
Apabila pergerakan harga bulanan tersebut saya konversikan dalam sebuah table, akan muncul sebagai berikut:
Secara persentase pergerakan bulanan yang dijumlahkan, maka kita akan menemukan bahwa pergerakan nilai tengah dari harga properti umum di daerah Tangerang hanya sebesar 17,78 persen rentang waktu 1 tahun.
Sementara, pergerakan harga saham yang menjadi pengembang di daerah Tangerang, menghasilkan 30,18 persen untuk saham BSDE, 32.14 persen untuk saham ASRI, 19,92 persen untuk saham SMRA, dan 14,83 persen untuk saham LPKR.
Ini berarti harga pertumbuhan saham properti lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan harga propertinya itu sendiri.