Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sesat Pikir Lahan Gambut di Area Tropis

Kompas.com - 16/08/2016, 14:20 WIB
Aprillia Ika

Penulis

KUCHING, KOMPAS.com - Pembicara dalam kongres gambut dunia di Kuching, Sarawak, Malaysia, mengkritik sikap negara-negara Eropa terkait pemanfaatan lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan di Malaysia.

Salah satu pembicara Kalyana Sundram mengatakan ada sesat informasi di kalangan masyarakat bahwa seakan-akan lahan gambut hanya ada di daerah tropis. Padahal, negara subtropis juga memiliki lahan gambut yang dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi.

“Kalau pengelolaan lahan gambut untuk budidaya disalahkan, maka negara-negara subtropis seperti Eropa juga harus disalahkan,” kata Kalyana Sundram yang juga Ketua Malaysian Palm Oil Council (MPOC) saat menutup presentasinya dalam 15th International Peat Congress di Kuching, Serawak, Malaysia, Selasa (16/8/2016).

Menurut Sundram, pekerjaan rumah besar bagi para ilmuwan adalam mengkomunikasikan dengan benar bahwa pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya memberikan dampak positif bagi ekonomi, ekologi, dan biodiversity. “Saat ini, kesannya pemanfaatan gambut untuk budidaya adalah sumber kerusakan lingkungan. Ini yang seharusnya diluruskan,” katanya.

Dia menambahkan, lahan gambut adalah salah satu sumber daya alam yang sejak awal sejarah kehidupan manusia sudah dikelola dan dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan gambut selain sebagai bahan bakar, juga untuk kegiatan budidaya perkebunan maupun hutan tanaman.

“Kehidupan manusia membutuhkan pemanfaatan sumber daya alam baik yang bisa diperbarui maupun yang tidak bisa diperbarui. Keduanya harus dimanfaatkan dengan optimal dan berkelanjutan,” kata Sundram.

Selanjutnya Sundram mengatakan, lahan gambut memiliki peran ekologis yang vital untuk mendukung biodiversitas dan berfungsu sebagai penyimpan karbon. Namun harus diakui, jika pemanfaatan sumber daya alam seperti gambut tidak dikelola dengan baik, akan membawa risiko lingkungan.

“Inilah tantangan besar komunikasi terkait lahan gambut. Saat ini, karena komunikasi yang lemah, lahan gambut jadi objek tudingan penyebab deforestasi dan meningkatnya emisi gas rumah kaca,” katanya.

Tidak Berimbang

Sundram menilai, komunikasi tentang lahan gambut sangat tidak berimbang. Ironisnya, banyak ilmuwan yang ikut-ikutan menyudutkan kelapa sawit sebagai dalam pengelolaan lahan gambut.

“Jadi kesannya, gambut hanya isu negara-negara tropis. Ilmuwan tidak menyampaikan gambaran yang objektif terkait gambut tersebut,” kata dia.

Kritik terhadap ilmuwan itu disampaikan Sundram terutama terkait Eropa yang sesungguhnya juga telah mengeksplotasi lahan gambut untuk kepentingan ekonomi, baik sebagai briket, juga sebagai lahan pertanian, hutan tanaman, dan holtikultur.

“Ini adalah sektor-sektor ekonomi penting di Eropa. Mereka melindungi sector ekonominya tetapi dengan menyerang sector ekonomi wilayah lain,” katanya.

Sebagai informasi, International Peat Congress merupakan kongres per empat tahun yang menjadi ajang pertemuan ilmuwan dan para ahli global di bidang gambut. Pada acaranya yang ke 15
ini, merupakan acara yang pertama kali diadakan untuk level Asia.

Kongres ini menyatukan ilmuwan lokal dan internasional, pembuat kebijakan, peneliti, anggota NGO, pemain industri penanaman dan pelaku industri agrikultur untuk mencari cara paling efektif mengutilisasi lahan gambut bagi kemajuan perekonomian masyarakat tanpa merusak lingkungan.

 

Kompas TV Kebakaran Lahan Gambut Berdampak ke Permukiman Warga
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com