Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cerita Sejarah Pemanfaatan Lahan Gambut di Asia Tenggara, Versi Ilmuwan Jepang

Kompas.com - 16/08/2016, 15:10 WIB
Aprillia Ika

Penulis

KUCHING, KOMPAS.com - Pemanfaatan lahan gambut di Asia Tengara, khususnya di Indonesia dan Malaysia, ternyata sudah melalui jalan yang panjang sejak akhir abad ke-19. Saat ini, gambut sudah bisa diolah secara modern dengan teknologi dan manajemen pengairan serta tata kelola air yang baik menjadi tanah yang subur dan bisa dimanfaatkan untuk penanaman aneka tanaman, termasuk sawit.

Nah, bagaimana sejarah pemanfaatan lahan gambut di Asia Tenggara? Profesor Hisao Furukawa, ahli gambut dari Universitas Kyoto, Jepang, memaparkan persentasinya mengenai sejarah pemanfaatan lahan gambut di Asia Tenggara, saat menjadi pembicara dalam 15th International Peat Congress di Kuching Serawak Malaysia, Selasa (16/8/2016).

Menurut dia, wilayah pesisir di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Borneo merupakan areal hutan rawa termasuk di dalamnya adalah mangrove di lepas pantai. Area ini merupakan transisi antara hutan rawa pesisir dan hutan rawa gambut di wilayah daratan.

Pada kondisi alami, permukaan rawa ini terisi oleh gambut yang berasal dari sisa-sisa kayu tropis dengan bergai kedalaman. Pada gambut di wilayah daratan terdapat “kubah gambut” yang merupakan ciri khas gambut dalam, dan gambut di wilayah pesisir kedalamannya tidak lebih dari dua atau tiga meter. Lahan gambut hanya dihuni oleh mamalia, burung, dan reptil yang jauh dari sentuhan manusia.

"Pada jaman dahulu, sebelum berkembangnya teknologi, pemanfaatan lahan gambut di mulai di wilayah gambut pesisir, di sekitar daratan Kedah-Perlis Malaya di pertengan dan akhir abad 19 oleh petani dari suku China dan Siam yang melakuan drainase gambut dengan membuat kanal-kanal," kata dia.

Teknologi drainase dan irigasi ini kemudian diaplikasikan kembali di lahan gambut di sekitar Banjarmasin pada tahun 1910-an hingga 1930-an oleh suku Banjar, yang berusaha belajar dari keberhasilan suku Malaya.

Dari Suku Banjar, kemudian diikuti oleh suku Bugis yang kemudian bermigrasi ke lahan gambut pesisir Sumatera dan Kalimantan.

Mereka kemudian mengembangkan cara baru, yakni dengan menebang hutan rawa, dan membuat kanal-kanal drainase membentuk formasi tulang ikan untuk menanam padi, kelapa dan karet.

Budidaya gambut tradisional ini merupakan awal sejarah pemanfaatan lahan gambut dengan menggunakan pintu-pintu air untuk control muka air.

Tonggak sejarah berikutnya, adalah pemanfaatan lahan gambut dalam skala besar di wilayah Selangor, Malaysia. Contoh yang paling nyata adalah projek Tanjong Karang yang dimulai pada tahun 1945 dan selesai dalam membangun irigasi dan drainase pada tahun 1952.

Areal proyek ini terletak di wilayah gambut pesisir, untuk program penanaman padi yang dilengkapi dengan pintu-pintu pengelolaan air. Pemanfaatan lahan gambut dalam di wilayah daratan belum banyak di lakukan.

Indonesia

Sementara itu di Indonesia, pemerintahnya telah mulai program transmigrasi pada tahun 1960-an dengan dengan membuka beberapa juta lahan gambut pesisir di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Kanal-kanal drainase skala besar dan dalam dengan memotong sungai dibangun tanpa memperhatikan kontrol air. Yang terjadi kemudian, lahan gambut dangkal pesisir mulai hilang, dan sedimen pirit mulai terekspos dari dalam tanah dan melepasa asam sufat.

Pembukaan lahan gambut dengan cara seperti ini telah mengubah gambut menjadi tanah bersedimen pirit. Hanya dalam waktu 7 tahun-8 tahun setelah dibuka, lahan jadi hilang kesuburannya.

Para transmigran menderita karena tanah menjadi rusak karena teracuni pirit. Bahkan rumah-rumah ikut roboh. Namun, setelah 30 tahun-40 tahun tanah berpirit ini mulai pulih kembali karena proses alam.

Perkembangan terakhir dalam sejarah pemanfaatan lahan gambut dimulai pada tahun 1990-an terutama di Riau dimana banyak terdapat gambut dalam.

Teknologi Baru

Industri pulp dan paper serta kelapa sawit mulai berkembang berkat kerja sama dengan program hutan tanaman industri. Perusahan-perusahaan ini menerapan teknologi canggih dalam sistem pengelolaan air, sehingga tidak merusak lingkungan.

Kanal-kanal drainase tidak lagi memotong sungai-sungai tetapi dibuat sesuai kontur dengan membangun bendungan, pintu air, kolam sedimentasi, dan drainase air hanya ketika terjadi kelebihan air saat musim hujan.

Dari segi teknis, teknik ini sangat cocok karena memperhatikan keberlanjutan (sustainability) dari areal gambut yang ditanami.

Namun, wilayah disekitar konsesi yang hanya berisi semak, hutan dan lahan terlantar tidak ada proses pengelolaan, sehingga dengan mudah terjadi kekeringan dan rentan terhadap kebakaran. Jadi areal gambut terlantar dan terdegradasi berpotensi terjadi kebakaran.

Keberhasilan Sarawak

Sejarah terkini, dalam pemanfaatan gambut adalah apa yang terjadi di Sarawak dimana program Pertanian Nasional ke 3 dilaksanakan pada 1998-2010. Konsekuensinya, pemanfaatan lahan gambut dalam di Sarawak mulai berkembang luas untuk kelapa sawit, baik dengan system management yang baik atau tidak.

Furukawa menyimpulkan, secara keseluruhan, ringkasan sejarah ini mulai dari gambut yang tidak terjamah manusia hingga pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat telah menunjukkan perjalanan pemanfaatan lahan gambut selama ini.

"Pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan adalah bagaimana persoalan pertumbuhan ekonomi dan konservasi lingkungan bukan hanya dikonsentrasikan pada masyarakat yang hidup di lahan gambut, tetapi selayaknya ini menjadi pekerjaan rumah untuk kita semua yang hidup di dunia," pungkas dia.

Sebagai informasi, International Peat Congress merupakan kongres per empat tahun yang menjadi ajang pertemuan ilmuwan dan para ahli global di bidang gambut. Pada acaranya yang ke 15
ini, merupakan acara yang pertama kali diadakan untuk level Asia.

Kongres ini menyatukan ilmuwan lokal dan internasional, pembuat kebijakan, peneliti, anggota NGO, pemain industri penanaman dan pelaku industri agrikultur untuk mencari cara paling efektif mengutilisasi lahan gambut bagi kemajuan perekonomian masyarakat tanpa merusak lingkungan.

Kompas TV Pemerintah Hentikan Pembukaan Lahan Sawit Baru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com