Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Akhlis Purnomo

Blogger Kompasiana bernama Akhlis Purnomo adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mengapa Entrepreneur Perlu Lebih Skeptis Saat Membaca Biografi Orang ‘Sukses’

Kompas.com - 16/08/2016, 21:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ia bekerja keras berbulan-bulan dengan penuh pasang surut emosi dan drama, dari menghubungi para narasumber yang diperlukan dalam menyusun draft, lalu melakukan transkripsi dan mengkonsultasikan ke pengusaha yang bersangkutan.

Dan ia tidak tahan harus menulis hal-hal baik saja sementara di depan matanya ia tahu banyak hal-hal yang tidak sebaik yang ia catatkan tetapi tetap ia harus simpan teguh agar tidak keluar ke publik.

Hal semacam ini tidak cuma bisa kita temui di luar negeri dan dilakukan oleh mereka yang sudah berkaliber tinggi. Di dalam negeri dan entrepreneur pemula sekalipun sudah belajar bagaimana menggelembungkan prestasinya demi mencapai ketenaran dan keuntungan.

Ini bukan semata hipotesis saya saja karena saya juga pernah membaca sebuah tulisan wartawan asing yang gusar sekali dengan para entrepreneur yang pernah ia wawancarai namun ia kemudian ketahui sudah melebih-lebihkan pencapaian mereka yang biasanya disuguhkan dalam bentuk angka-angka dan data statistik yang membuat orang berdecak kagum.

Semua hal di atas kemudian membuat saya mempertanyakan kembali kebiasaan membaca artikel dan buku berisi autobiografi atau biografi orang-orang sukses termasuk entrepreneur yang dianggap sukses oleh awak media dan kerap disanjung-sanjung berkat hasil kerja keras mereka yang luar biasa sampai melanggar prinsip objektivitas.

Sebenarnya tidak hanya buku-buku biografi dengan judul mencengangkan dan too good to be true yang kita perlu kritisi tetapi diri kita juga sebagai pembaca juga harus menamengi diri agar tidak terlalu naif dan mudah terperosok dalam ‘jebakan’ yang terselubung sebagai sebuah kampanye pendongkrak popularitas dan prestasi semu.

Di samping memenuhi kehausan intelektual, membaca konten biografi (entah itu berupa artikel, buku atau film) dari kisah hidup seseorang yang dianggap sukses di bidangnya dan berkontribusi besar bagi masyarakat hanya memenuhi dua kebutuhan pembaca.

Yang pertama ialah kebutuhan memuaskan keingintahuan mengenai ‘jalan pintas’ atau cara cerdik menyiasati hal-hal yang lumrah ditemui entrepreneur dalam merintis dan menjalankan bisnisnya.

Siapa yang tidak tertarik jika ia bisa mengetahui cara yang lebih mudah untuk mencapai sesuatu? Ini sebuah dorongan alami dan tidak bisa dibendung bagi sebagian besar orang meskipun pada kenyataannya mereka tetap memiliki keraguan.

Kedua, konten biografi diasumsikan bisa menyediakan contoh-contoh nyata mengenai keberhasilan dan kegagalan. Inilah sejarah, dan belajar dari sejarah membuat orang bertambah bijak karena bisa menghindari kesalahan yang sama untuk terulang lagi.

Namun, saat  pembaca seperti Anda dan saya menerapkan semua pengetahuan dari studi-studi kasus dan tips tadi dalam dunia nyata dan meniru pola-pola yang diklaim bisa mengantar ke puncak kesuksesan, hasilnya akan sangat bergantung pada adaptasi dan eksekusi dalam kehidupan masing-masing orang.

Itulah mengapa tidak ada penulis buku-buku biografi bestseller yang memberikan jaminan kesuksesan 100% setelah seseorang meniru semua yang dituangkan dalam buku. 

Meniru pola dan jalan keberhasilan orang lain yang sudah lebih dulu sukses memang bukan hal yang mudah tapi juga bukan kemusykilan.

Namun, hal yang harus diperhatikan untuk menentukan tingkat probabilitas itu, adalah faktor emosional, psikologis dan daya intelektual masing-masing pembaca untuk memahami dan mengamalkan apa yang ia baru baca. Inilah yang menentukan keberhasilan atau kegagalannya dalam mendaki lereng menuju puncak sukses.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com