JAKARTA, KOMPAS.com — Dana desa yang dialokasikan dalam RAPBN 2017 naik sekitar tiga kali lipat dibandingkan 2015.
Dengan dana mencapai Rp 60 triliun pada tahun depan, pengawasan penyaluran dana desa perlu diperketat.
Hajatan politik pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun depan disinyalir rawan menjadi ajang menghambur-hamburkan dana desa, tetapi tidak sesuai sasaran.
Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi pun meminta agar pengawasan dana desa ditingkatkan.
“Nah sekarang itu Kemendes belum punya model pengawasannya. Dikhawatirkan akan terjadi politisasi oleh pendamping-pendamping desa yang pro-politik,” tutur Apung kepada Kompas.com, Senin (22/8/2016).
Apung lebih jauh mengatakan, sebenarnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memiliki model pengawasan dana desa.
Namun, model pengawasannya lebih diarahkan pada indikasi atau dugaan tindak pidana.
Sementara itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi hanya memiliki satuan tugas dana desa. Itu pun, kata Apung, kinerjanya belum terlihat signifikan.
“Menurut saya perlu dites hasil kerja satgas itu. Kalau enggak ada, mending bubarkan saja,” ucap Apung.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP), dana desa yang disalurkan tahun 2015 mencapai sebesar Rp 20,7 triliun. Sementara itu, dana desa dalam APBN-P 2016 meningkat menjadi Rp 46,9 triliun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.