Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufik Gumulya, CFP
CEO TGRM Perencana Keuangan

CEO TGRM Perencana Keuangan

Pembangunan Infrastruktur Tidak Harus dengan Modal Asing

Kompas.com - 26/08/2016, 12:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Jelas ini adalah signal yang sangat positif. Dengan kata lain bahwa menteri keuangan meminta pasar modal segera berbenah dan berkreasi dengan membuat instrumen dan peraturan yang mendorong pertumbuhan dana kelolaan yang ditujukan hanya untuk pembiayaan infrastruktur tersebut secara lebih spesifik.

Instrumen yang dimaksud haruslah berkesinambungan maka untuk itu disarankan dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu:

1.    Instrumen pembangunan: yakni instrumen yang dipasarkan sejak peletakan batu pertama hingga konstruksi selesai sesaat sebelum peresmian operasional (merupakan instrumen investasi jangka pendek);

2.    Instrumen operasional yakni instrumen yang dipasarkan sejak dimulainya operasional infrastruktur tersebut (merupakan instrumen investasi jangka panjang).

Kedua instrumen tersebut adalah saling terkait dan berkesinambungan sehingga bagi investor akan melihat suatu kepastian pendapatan melalui masing masing instrumen tersebut, penulis merekomendasikan untuk poin nomor 1 (satu) menggunakan instrumen

Sukuk Ritel dengan tingkat imbal hasil yang menarik, sedangkan pada poin nomor 2 (dua) dapat menggunakan instrumen saham yang memiliki kepastian pembayaran deviden serta dibagi secara tertimbang dengan frekuensi yang diperbanyak (lebih dari 1 kali dalam setahun). Dalam hal ini memang diperlukan terobosan baik secara aspek legal maupun operasional.

Selanjutnya mengapa instrumen investasi mengarah ke ritel? Ini semata karena faktor pemerataan kesejahteraan saja dengan demikian cakupan investor menjadi lebih banyak.

Memang saat ini sudah ada instrumen Efek Beragun Aset–Surat Partisipasi (EBA-SP) namun implementasinya juga masih terbatas pada korporasi. Selain itu pemerintah juga sedang menggodok instrumen Efek Beragun Aset Infrastruktur yang tentunya masih berbasis investor korporasi.

Dalam hal investasi ritel maka diusulkan untuk minimum pembelian pada angka yang terjangkau oleh sebagian besar rakyat yakni Rp 500.000 dan maksimal pembelian sebesar Rp 5.000.000.000. Dengan demikian cakupan investor menjadi sangat luas.

•    Faktor Risiko Investasi Sukuk dan Saham
Untuk Sukuk ada beberapa risiko. Namun dalam hal instrumen Sukuk ritel untuk infrastruktur yang diterbitkan pemerintah faktor resiko dapat diminimalisir, antara lain:

Risiko Gagal Bayar dinilai sangat minimal karena dijamin oleh pemerintah Indonesia serta adanya payung undang undang.

Risiko Likuiditas yaitu risiko terjadinya kesulitan dalam menjual Sukuk Ritel sebelum jatuh tempo, dapat teratasi dengan adanya komitmen Agen Penjual Sukuk Ritel tempat membeli pertama kali.

Agen Penjual dapat bertindak sebagai standby buyer dan siap membeli Sukuk Ritel dari investor. Diusulkan apabila membutuhkan dana namun tidak ingin menjual kepemilikan Sukuk Ritel, dapat dijaminkan kepada Agen Penjual (hal ini sudah terjadi untuk Sukuk yang ada).

Selanjutnya, masih ada Risiko Pasar, ini merupakan salah satu resiko yang mungkin terjadi, jika investor ingin menjual sebelum jatuh tempo maka bisa terjadi ‘capital loss’ atau harga jual lebih rendah dari harga beli namun investor dapat menunggu hingga harga jual lebih baik dari harga beli atau memegang Sukuk tersebut hingga harga membaik atau hingga jatuh tempo.

Sedangkan mengenai risiko saham adalah potensi ‘capital loss’, namun dengan memegang saham secara jangka panjang potensi risiko tersebut dapat diminimalisir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com