Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ganjar Pranowo
Gubernur Jateng

Gubernur Jawa Tengah

Surat Cinta Ibu Menkeu yang Menggemparkan

Kompas.com - 03/09/2016, 13:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Presiden hadir dan memberi sambutan pada serah terima penghargaan itu. Dan ada satu bait pidatonya yang mengejutkan saya. Presiden menyebutkan bahwa ada 10 provinsi yang mengendapkan uangnya di bank.

Saya terkejut setengah mati. Karena pengelolaan anggaran provinsi saya pelototi betul dengan Government Resources Management System. Saya tidak pernah melihat adanya pengendapan anggaran atau kecurangan pengelolaan keuangan itu.

Saat itu juga, saya minta Pak Sekda yang duduk di belakang saya untuk cek ke Biro Keuangan. Benarkah Jateng menyimpan duit Rp2,43 triliun di bank.

Hanya dalam waktu lima menit sudah ada jawaban. Ternyata, uang yang tersimpan di kas umum hanya Rp1,8 triliun. Sebagian besar di Bank Jateng. Sebagian kecil lainnya di beberapa bank.

Dari rincian yang saya peroleh, ternyata uang itu adalah uang keluar masuk tiap hari. Baik masuk karena pembayaran pajak dan pendapatan atau keluar untuk biaya rutin, termasuk biaya proyek-proyek. Ada beberapa proyek juga yang saat itu belum ditagih.

Saya berpikir jangan-jangan uang di kas umum inilah yang dimaksud oleh presiden sebagai duit ngendon.

Pada saat itu, ada semacam ancaman dari Jakarta bahwa jika uang terus di-endon-kan begini, maka pemerintah daerah akan mendapatkan disinsentif berupa pemberian surat utang saja.

Nah, pada saat saya menerima surat cinta dari Ibu Menteri Keuangan, saya langsung teringat dengan pidato presiden yang mungkin datanya juga dari Kementerian Keuangan itu. Jangan-jangan penundaan DAU yang diterima Jateng adalah bentuk disinsentif itu.

Namun saya tidak mau gegabah. Saya SMS Bu Sri Mulyani sebagai Menkeu baru. Di dalam SMS saya sampaikan bahwa saya mohon petunjuk sekaligus klarifikasi terkait duit yang ngendon di Jateng.

Jika memang dari “alat” yang dimiliki Kemenkeu menunjukkan sebuah kesengajaan, maka tunjukkan pejabat mana yang melakukan itu karena akan saya copot besok pagi.

Balasan SMS Menkeu ternyata cukup arif dan bijaksana. Beliau menyampaikan bahwa “sebaiknya kita konfirmasi dulu Pak Gub, dan jangan tergesa-gesa mengambil sikap itu.”

Jawaban ini sungguh melegakan saya karena ada kemungkinan catatan di kemenkeu itu diterjemahkan berbeda oleh pejabat pelaksana yang ada di sana.

Komunikasikan dengan gubernur

Tapi soal DAU ini tetap masih mengganjal. Saya lalu usulkan pada Bu Menkeu bahwa baik masalah duit ngendon atau keputusan penundaan DAU baiknya dibicarakan dahulu dengan para gubernur.

Sebab gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Hubungan ini perlu diterjemahkan dalam bentuk komunikasi politik yang konkret antara pusat dan daerah.

Dengan memanggil gubernur, pemerintah pusat akan mendapatkan masukan, pandangan langsung dan data dari lapangan. Karena bagaimanapun persoalan data di Negara ini harus kita akui masih banyak carut marut.

Gubernur juga bisa diklarifikasi terkait data dan persoalan-persoalan yang berkembang. Jika gubernur sebagai representasi pemerintah pusat di daerah tidak bisa menjelaskan, maka gubernur layak di-pisuh-pisuhi (dimaki-maki -red).

Dengan demikian, keputusan yang diambil pemerintah pusat sudah memperhitungkan akibat dan pasti dilandasi data yang kuat sebagai bangunan argumentasi yang kukuh untuk mendukung kebijakan.

Mudah-mudahan untuk selanjutnya pola ini yang akan dipakai sehingga tidak memunculkan kegaduhan baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com