TOKYO, KOMPAS.com — Berbeda dengan pegawai di negara-negara lain, para pegawai di Jepang ternyata hampir tidak pernah berpindah pekerjaan ke perusahaan lain.
Kecenderungan ini menyulitkan upaya pemerintah untuk menaikkan upah. Upah turun sejalan dengan lamanya pertempuran Jepang melawan deflasi.
Padahal, fokus kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe adalah mendorong ekonomi melalui siklus laba korporasi, upah, dan belanja konsumen yang lebih tinggi.
Mengutip Bloomberg, Jumat (16/9/2016), Abe menyatakan, tantangan terbesar dalam membangkitkan ekonomi adalah cara Jepang bekerja.
Mobilitas pegawai menjadi salah satu alasan para ekonom menyerukan reformasi di pasar tenaga kerja.
Dalam perekonomian dengan mobilitas tinggi seperti AS, masyarakat terbiasa berganti pekerjaan di berbagai perusahaan, sektor, bahkan kawasan yang berbeda yang menawarkan gaji lebih tinggi. Namun, hal ini tak terjadi di Jepang.
Menurut Hiroaki Muto, ekonom di Tokai Tokyo Research Center, salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesempatan karier jenjang menengah. Pasalnya, perusahaan sejak lama memberlakukan kebijakan perekrutan pegawai fresh graduate dan mempekerjakan mereka hingga pensiun.
"Hampir semua orang melamar dan pensiun pada saat yang sama. Itu sudah menjadi sistem, tidak banyak perekrutan jenjang menengah," ujar Muto.
Kalaupun pegawai Jepang memutuskan keluar dari pekerjaan, biasanya ini karena alasan lain yang bukan gaji.
Kebanyakan pegawai ingin lepas dari kondisi kerja yang tidak memuaskan, seperti masalah personel atau jam kerja yang berlebihan dan bukan untuk mencari kesempatan yang lebih baik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.