Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengejaran Pajak Google Masuki Babak Baru

Kompas.com - 20/09/2016, 22:19 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengejaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan terhadap pajak atas penghasilan Google Asia Pacific Pte Ltd memasuki babak baru.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Kementerian Keuangan, Muhammad Haniv menyampaikan, perlu adanya revisi mengenai definisi dari Bentuk Usaha Tetap (BUT).

“(Definisi) BUT harus segera direvisi,” kata Haniv kepada Kompas.com, Selasa (20/9/2016).

Pasalnya, definisi BUT yang dimaksud dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) saat ini, tidak bisa menjangkau aktivitas ekonomi yang dikerjakan oleh Google.

Haniv menyampaikan, kelemahan regulasi mengenai PPh terkait BUT adalah membatasi pada keberadaan fisik, seperti bangunan, kantor atau proyek konstruksi.

“Entitas bisnis asing itu bisa dipajaki kalau dia BUT. Cirinya yaitu ada keberadaan fisik. Nah, keberadaan fisik ini contohnya gedung, kantor, konstruksi. Sementara keberadaan jaringan internet, seperti yang dilakukan Google, kita tidak mengenalnya sebagai BUT,” kata Haniv.

Kegiatan atau aktivitas ekonomi yang dikerjakan oleh Google di Indonesia merupakan bisnis jaringan berbasis internet.

Adapun Google Indonesia yang memiliki kantor fisik di Indonesia, menurut Haniv, merupakan entitas bisnis yang terpisah dari Google Asia Pacific Pte Ltd.

“Di sini ada PT Google Indonesia. Tetapi, menurut pengakuan dia, itu terpisah. Tidak ada sama sekali hubungan dengan Google Asia Pacific Pte Ltd,” kata Haniv.

Lebih jauh dia menjelaskan, PT Google Indonesia tidak melakukan kegiatan pengaturan traffic data atau perawatan.

PT Google Indonesia hanya bertugas layaknya event organizer yang melayani kebutuhan promosi Google Asia Pacific Pte Ltd.

Akan tetapi, Haniv meyakini, hal itu memang telah diatur oleh Google Asia Pacific Pte Ltd sehingga pendapatan dari iklan tidak bisa dikenakan pajak oleh otoritas Indonesia.

Haniv menaksir pajak yang harus dibayar Google Asia Pacific Pte Lte per tahun mencapai Rp 5 triliun.

“Dia ini ada aktivitas ekonomi, tetapi dia sengaja mengatur sampai dia itu tidak punya BUT di Indonesia. Kalau sengaja tidak punya BUT, berarti kan dia ingin Indonesia tidak punya hak pemajakan atas penghasilannya. Ini kan sudah kurang ajar,” ucap Haniv.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com