Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Sukses "Tax Amnesty" Minim Repatriasi dan Moneter yang Moncer

Kompas.com - 30/09/2016, 07:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Inilah suku bunga acuan BI terendah sepanjang sejarah sejak bank sentral itu menggunakan suku bunga kebijakan sebagai jangkar pengelolaan moneter pada tahun 2005.

Suku bunga kebijakan di Indonesia sudah hampir mendekati negara-negara tetangga seperti Malaysia (3 persen), Filipina (3 persen), Thailand (3 persen), dan China (4,35 persen).

Namun, suku bunga kebijakan di Indonesia sudah lebih rendah dibandingkan India (6,5 persen), Brazil (14,25 persen), dan Argentina (24,9 persen).

Tren menurunnya suku bunga tak terlepas dari rendahnya inflasi Indonesia dalam dua tahun terakhir.

Inflasi tahunan (year on year/YoY) pada Agustus 2016 hanya 2,79 persen, yang merupakan inflasi tahunan terendah sejak 2009 yang sebesar 2,78 persen.

Ini berarti tingkat inflasi Indonesia tidak lagi jauh di atas negara-negara tetangga.

Ada beberapa faktor yang membuat tingkat inflasi Indonesia sangat rendah di masa Presiden Jokowi dan Gubernur BI Agus Martowardojo.

Salah satunya adalah dihapuskannya subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.

Ada 3 komponen pembentuk inflasi di Indonesia, yakni inflasi inti, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price), dan inflasi harga pangan yang fluktuatif (volatile food).

Dari komponen-komponen tersebut, pemicu utama inflasi tinggi adalah BBM yang harganya diatur pemerintah.

Setiap pemerintah menaikkan harga bbm, untuk mencegah membengkaknya subsidi, inflasi akan melonjak tinggi. Sebab, kenaikan harga bbm akan memicu kenaikan seluruh harga barang dan jasa.

Sumber : BPS, paparan DGS BI

Kondisi ini membuat inflasi di Indonesia tidak mencerminkan  keadaan sesungguhnya. Apalagi, kenaikan harga BBM juga dipicu oleh pasar global, yang jelas berada di luar kendali Indonesia.

Jadi, dengan inflasi administered price yang sudah tidak berpengaruh lagi ditambah inflasi volatile food yang terjaga, bank sentral akan lebih mudah mengelola dan mengarahkan inflasi.

Suku bunga

Apabila inflasi stabil di level yang rendah, maka otomatis suku bunga deposito dan kredit di Indonesia juga akan turun.

Tidak hanya suku bunga bank, tetapi juga suku bunga atau imbal hasil berbagai istrumen di pasar uang dan pasar modal karena memang acuannya adalah inflasi dan suku bunga kebijakan.

Hingga kini, tren penurunan suku bunga deposito berlanjut. Pada Juli 2016, rata-rata tertimbang suku bunga deposito kembali turun sebesar 11 bps menjadi 7,03 persen.

Dengan demikian, secara year-to-date, suku bunga deposito telah turun sebanyak 91 bps.

Di sisi lain, suku bunga kredit juga mulai menunjukkan penurunan meskipun lebih lambat. Pada Juli 2016, rata-rata tertimbang suku bunga kredit turun 2 bps dari menjadi 12,36 persen.

Dengan demikian, secara year to date, suku bunga kredit telah turun sebanyak 47 bps.

Moncernya kondisi moneter seolah menandai datangnya rezim inflasi dan suku bunga rendah di Indonesia, yang sedari dulu sangat ditunggu-tunggu masyarakat.

Kini tinggal bagaimana memanfaatkan stabilitas moneter tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Kompas TV Para Pengusaha Ikuti Program Tax Amnesty

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com