Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengelola Sampah Perkotaan Jadi Energi Listrik, Apa Kendalanya?

Kompas.com - 30/09/2016, 12:45 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sampah saat ini menjadi salah satu permasalahan kota yang mendesak untuk ditangani. Sebab jika tidak bijak mengelolanya, akan menimbulkan konflik antarwarga ataupun antarpemangku kepentingan.  

Misalnya saja, beberapa waktu lalu, masalah pengelolaan sampah kota menimbulkan polemik antara Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD Kota Bekasi, terkait TPST Bantargebang.

Maklum, sampah "orang Jakarta" selama ini diangkut dan ditumbun di Bantargebang yang masuk wilayah Bekasi, Jawa Barat.

Nah, pada Hari Listrik Nasional ke-71 yang dihelat di JCC Senayan Jakarta, salah satu bahan seminar yang dipaparkan adalah bagaimana pengelolaan sampah perkotaan.

Saat ini, pengelolaan sampah perkotaan jadi energi, memang masih minim. Seharusnya, hal itu jadi peluang bagi investor untuk masuk dan menggarap produksi energi listrik melalui sampah ini.

Data Kementerian ESDM di Mei 2016 menyebutkan, capaian pembangkit listrik berbasis sampah kota di Indonesia baru mencapai 17,6 MW. Padahal, potensi yang dimiliki sekitar 2.066 MW

Di sisi lain, dukungan pemerintah untuk pengelolaan sampah kota juga sudah termaktub dalam berbagai kebijakan.

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendukung target kebijakan energi nasional. Pemerintah menargetkan pengembangan listrik yang bersumber dari bioenergi sebesar 41,8 GW, yang salah satunya yaitu pengembangan sampah kota menjadi listrik.

Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan feed in tariff untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kota melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota.

Lantas, apa kendala pengelolaan sampah menjadi energi listrik?

Menjawab hal tersebut, Aep Saepul Uyun, Kepala Program Studi Energi Terbarukan Sekolah Pascasarjana Universitas Darma Persada (Unsada) mengatakan bahwa memang pengelolaan sampah perkotaan jadi energi masih sangat kecil.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya edukasi ke masyarakat untuk memilah sampah ketika dibuang, untuk memudahkan proses pembuatan energi. Lazimnya, di Jepang, sampah rumah tangga dibagi jadi sampah organik dan non-organik. Sedangkan di Indonesia, selalu dicampur menjadi satu.

Kurangnya edukasi ini juga membuat "awareness" masyarakat untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi hal lain yang produktif juga kurang.

Sebab kedua, yakni pengelolaan sampah yang terpusat di satu tempat. Misal, sampah Jakarta dipusatkan dibuang di Bantargebang saja. Padahal, pengelolaan sampah jadi energi bisa dilakukan di unit-unit terkecil di sekitar lokasi warga. Sehingga sampah tidak harus menumpuk di suatu tempat.

"Teknologi pengolahan sampah jadi energi ada banyak. Itu bisa dibeli oleh stakeholder terkait. Tetapi yang paling penting dalam pengelolaan sampah ini adalah bagaimana manajemen pengelolaannya," kata Aep kepada Kompas.com.

Untuk melakukan pengelolaan sampah jadi listrik ini, Unsada saat ini sudah mengembangkan teknik pengolahan sampah organik jadi energi. Tetapi, untuk tahap yang lebih besar Unsada akan bekerja sama dengan STT PLN untuk mengelola sampah di wilayah Jakarta Timur.

Unsada dan STT PLN akan meneliti pengelolaan sampah di wilayah Pondok Kopi, Jakarta Timur. "Ini tantangan bagi kita semua," pungkas Aep.

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Herman Darnel Ibrahim, Senior Advisor PT Kaltimex Energi, dalam paparan seminarnya di Hari Listrik Nasional ke-71 di JCC Senayan, Kamis (29/9/2016) mengatakan bahwa potensi listrik yang dihasilkan oleh sampah di seluruh Indonesia mencapai 32 GW.

Sampah itu terdiri dari sampah perkotaan dan sampah tandan buah sawit.

Untuk sampah dari 500 kota di Indonesia rata-rata menghasilkan delapan juta ton sampah dengan potensi listrik yang dihasilkan hingga 2.000 MW. Sedangkan dari tandan buah sawit sekitar 110 juta ton per tahun dengan potensi energi 12.500 MW.

"Dengan teknologi yang tepat, 1.000 ton sampah kota bisa dikonversi jadi 35 MW-40 MW energi listrik. Di Indonesia, baru lima persen sampah kota yang dikonversi jadi energi listrik. Ini tentunya potensi besar," kata dia.

Herman mengajak investor lain turut serta memanfaatkan potensi sampah tersebut. Sebab pada tahun ini, Kaltimex akan fokus pada waste energy sebagai salah satu fokus bisnisnya.

"Kami saja, mengelola 10 persennya saja sudah bagus. Namun pengelolaan sampah ini sangat memerlukan kerja sama dengan pengaku kepentingan yang lain seperti Pemda serta PLN," lanjut dia.  

Kompas TV Siswa SMA Ubah Kotoran Hewan Jadi Baterai

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com