Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Kritik Rencana Kenaikan PPN Hasil Tembakau

Kompas.com - 14/10/2016, 19:59 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok, yang disusul dengan rencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) hasil tembakau pada 2017, menuai kritik dari berbagai kalangan.

Salah satunya dari Wakil Ketua DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, Agus Hermanto, yang melihat keputusan pemerintah tersebut hanya didasari kepentingan mengejar pemasukan dari cukai untuk memperbaiki APBN saja.  

Menurut Agus, pemerintah seharusnya juga memikirkan dampak dari kenaikan harga cukai rokok yang, oleh Kementerian Keuangan, telah ditetapkan di kisaran angka terendah 10,54 persen dan tertinggi 13,46 persen.

"Menaikkan harga cukai tentu ada plus minusnya. Memang akan ada perbaikan pada APBN, karena uang kita bertambah dari pendapatan cukai. Tetapi pemerintah juga harus memikirkan dampak negatifnya, terutama berkaitan dengan nasib para petani tembakau dan industri rokok dalam negeri," kata Agus Hermanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/10/2016).  

Agus mengingatkan, pihak yang paling dirugikan atas kenaikan cukai rokok adalah petani tembakau dan buruh pabrik rokok.

Kenaikan cukai rokok menyebabkan tembakau masyarakat akan semakin terpuruk dan tidak laku dijual ke industri rokok.

Sebab, akan semakin banyak industri yang gulung tikar. Harga jual rokok juga menjadi mahal, sehingga tidak laku dijual di pasaran.  

"Selanjutnya, akan terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok yang berdampak semakin banyak petani tembakau yang beralih profesi. Ini yang perlu dipikirkan dan segera dicarikan solusinya. Jadi, sekali lagi, pemerintah jangan hanya mengejar perbaikan APBN saja," katanya.  

Selain memperbaiki kinerja APBN, politikus Partai Demokrat ini berharap, kenaikan harga cukai seharusnya membawa perbaikan terhadap petani tembakau. Bukan malah sebaliknya.

"Misalkan dengan memberikan subsidi pupuk dan bibit tembakau. Selain itu, harga jual tembakau di tingkat petani juga harus tinggi, sehingga menguntungkan mereka," ujarnya.  

Terkait dampak PHK massal di industri rokok, lanjut Agus, pemerintah perlu memberikan solusi konkret agar tidak menambah jumlah pengangguran.

"Buruh yang terkena PHK misalnya, bisa dibina menjadi pelaku UKM. Berikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan mereka, sehingga mendidik menjadi wirausaha," katanya.   Secara khusus, Agus menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan terburu-buru menaikkan cukai tanpa berkonsultasi dengan DPR.

"Pemerintah mestinya tidak sepihak memutuskan menaikkan cukai, tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan DPR," tegasnya.  

Terkait kenaikan cukai, demikian Agus, sampai saat ini DPR belum memberikan keputusan final, karena masih harus dibahas dalam rapat paripurna. Namun, pemerintah seolah abai dan tidak memperhatikan proses yang berlangsung di DPR.  

"Sangat baik jika masalah ini dibicarakan dulu dengan serius, karena berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Yang pasti, kalau harga rokok mahal, konsumennya akan berkurang, sedangkan petani masih menanam tembakau. Petani tentu berharap harga jual tembakau membaik, agar kesejahteraan mereka juga semakin baik," tegas Agus.

Kompas TV Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

Whats New
Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Whats New
Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Whats New
Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com