Pemanfaatan garam juga bicara kualitas, terutama ketika dipakai sebagai bahan baku pendukung industri. Perbedaan antara garam konsumsi dan garam industri adalah kandungan natrium klorida (NaCl) di dalamnya.
Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-Dag/PER/12/2015 tentang Impor Garam, garam konsumsi mengharuskan kadar NaCl minimal 94,7 persen. Adapun garam sebagai bahan penolong industri, merujuk aturan yang sama, butuh kadar NaCl minimal 97 persen.
Sudah begitu, ada faktor iklim yang turut punya peran soal produksi garam. Pada 2013, misalnya, produksi garam nasional harus anjlok karena anomali cuaca berupa kemarau basah.
Seperti ditulis harian Kompas pada Selasa (7/1/2014), produksi garam nasional pada November 2013 hanya mencapai 577.917 ton dari target 700.000 ton. Angka target itu pun sebelumnya sudah direvisi dari semula 1,845 juta ton.
Tantangan berikutnya, kualitas garam industri juga mensyaratkan kekeringan tertentu. Kebutuhan tersebut berhadapan dengan iklim di Indonesia yang cenderung punya kelembaban tinggi.
Asa swasembada
Sebelumnya, Pemerintah telah menggaungkan target swasembada garam konsumsi pada 2012. Berikutnya, target swasembada untuk garam industri pun dipatok dapat terwujud dalam setahun ke depan.
Optimisme Pemerintah terutama berlatar dari data sebaran produksi yang pada 2013 disebut mencapai luas 21.348 hektar di sembilan kabupaten kota sentra usaha garam.
Data itu menyebut juga ada 7.981 hektar lahan produksi di 33 kabupaten kota penyangga usaha garam.
Solusi pun disodorkan Pemerintah pada waktu itu, berupa penerapan teknologi ulir filter (TUF) dan geomembran pada 20 sentra produksi garam dan daerah penyangga program pemberdayaan usaha garam rakyat.
Diyakini, teknologi ini akan mendongkrak produksi garam dari rata-rata 60-80 ton per hektar menjadi 200 ton per hektar. TUF pun diperkirakan bisa menaikkan kadar NaCl menjadi 97 persen, sesuai standar produksi.
Kabar terbaru, Pemerintah mengoptimalkan potensi garam di Desa Bipolo, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk segmen pasar industri. Diyakini, kualitas garam dari desa ini akan sekelas produk asal Australia.
"Kami menggunakan metode pembuatan garam sebagaimana yang dilakukan oleh kompetitor di Australia,” tegas Budiono, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (25/8/2016).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.