BENGKULU, KOMPAS.COM - Peneliti The Institute for ECOSOC Rights & NHCR, Sri Palupi, mengungkapkan ekonomi para petani kelapa sawit di Indonesia sangat rapuh. Penyebabnya, yakni karena ditopang oleh utang yang disediakan dunia perbankan.
Hal ini ia sampaikan di Bengkulu dalam penyampaian hasil penelitian "Transmigrasi dan Skema Kemitraan", Rabu (19/10/2016).
Rapuhnya ekonomi kelapa sawit karena tergantung pasar global, saat harga sawit jatuh petani kelabakan karena tidak ada hasil lain selain sawit. Sementara harga jatuh utang harus tetap dibayar.
Kemudian terjadi ketidakseimbangan antar jatuhnya harga kelapa sawit dengan harga kebutuhan pangan, sementara sumber ekonominya rapuh.
Ekonomi monokultur rapuh Indonesia sudah memiliki sejarah panjang, misal dengan pertanian kakao, cengkeh, vanili dengan perkebunan skala besar (monokultur).
Ketika harga jatuh, petaninya menjadi petani miskin. Misal, daerah sentra kakao sekarang menjadi sentra persoalan gizi buruk.
"Jangan sampai terjadi dengan petani sawit karena ketergantungan global," ungkapnya.
Bentuk kerapuhan lainnya misalnya ada perjanjian perusahaan yang menentukan berapa harga sawit dari petani ditentukan perusahaan, ini salah satu bentuk rapuh.
Terhadap persoalan ini ia merekomendasikan, pemerintah harus membuat pertimbangan terhadap ekonomi sawit.
"Ini jangka pendek monokultur tidak sustainable, pemerintah harus mementingkan kepentingan jangka panjang buat cadangan ekonomi lain, misalnya menata kawasan pertanian, tidak semua dijadikan sawit. Harus ada cita-cita mau apa," kata dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.