Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu APBN yang Tidak Utopis...

Kompas.com - 26/10/2016, 10:30 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan panjang postur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) beserta asumsi makroekonomi 2017 memasuki tahap akhir.

Hari ini, Rabu (26/10/2016) pukul 13.00 WIB, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar Rapat Paripurna untuk mengesahkan postur APBN 2017 beserta asumsi makroekonomi menjadi undang-undang.

Sejak awal diajukan pada Agustus 2016 lalu, postur APBN sudah melalui serangkaian pembahasan yang pelik di DPR. Mulai dari rapat tingkat satu di Komisi dan tingkat dua di Badan Anggaran DPR.

Peliknya rapat pembahasan APBN 2017 bukan tanpa alasan. Sebab selama dua tahun Pemerintahan Jokowi-Kalla, penyusunan APBN dan APBN-P kerap menuai kritikan.

Target pertumbuhan ekonomi, target penerimaan pajak, dan target-target lainnya dipatok tinggi. Aroma utopis pun muncul.

Bahkan para pelaku pasar menilai APBN yang disusun dalam dua tahun Pemerintahan Jokowi-Kalla tidak realistis.

DPR Injak Rem

Bila menelisik ke belakang, ada hal yang berbeda saat pembahasan APBN Pemerintahan SBY-Boediono dan  Pemerintahan Jokowi-Kalla.

Perbedaan itu dirasakan pula olah para Anggota DPR Komisi XI. Saat masa pemerintahan sebelumnya, APBN justru disusun dengan begitu ketat, bahkan cenderung pesimistik.

Target pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara kerap dipatok tidak terlalu tinggi.

Saking ketatnya, Komisi XI DPR selalu sibuk memberikan injeksi, melalui kritik dan masukan, kepada pemerintah untuk menaikkan target-targetnya saat pembahasan di DPR.

Tetapi kesibukan Anggota DPR itu berubah.

"Dalam dua tahun ini sebaliknya ini terjadi. Pemerintah luar biasa menggebu-gebu, kami justru yang sibuk menekan pedal rem," tutur Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno.

Pada 2015 misalnya, pertumbuhan ekonomi dipatok di angka 5,7 persen. Kenyataanya, pemerintah hanya bisa mencapai pertumbuhan 4,73 persen saja.

Begitu juga dengan realisasi pendapatan negara tahun anggaran 2015 tercatat hanya Rp 1.491,5 triliun, atau hanya 84,7 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang sebesar Rp 1.761,6 triliun.

Tahun ini, kondisinya agak sedikit lebih baik, namun belum begitu signifikan bila mengacu kepada target di APBN-P 2016. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 sebesar 5,18 persen secara tahunan.

Sementara targetnya 5,3 persen di APBNP 2016. Belakangan pemerintah memutuskan untuk merevisi target pertumbuhan ekonomi 2016 menjadi 5,1 persen.

Adapun dari sisi penerimaan negara, realisasi pendapatan negara hingga semester I 2016 baru Rp 634,68 triliun atau 35,5 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp 1.822 triliun.

Janji APBN Realitas

Masuknya Sri Mulyani ke dalam Kabinet Kerja sebagai Menteri Keuangan membawa angin segar. Kemampuan dan pengalamannya di dunia internasional banyak diharapkan mampu  menyingkirkan sentimen utopis pada APBN.

Benar saja, sejak awal pempembahas APBN 2017, Ani langsung menjanjikan postur APBN yang lebih realistis dibandingkan sebelumnya.

Asumsi makroekonomi disusun dengan sangat hati-hati memperhatikan kondisi ekonomi global yang belum pulih termasuk anjloknya harga komoditas dunia.

Meski begitu, penyusunan APBN dan asumsi makroekonomi yang realistis bukan tanpa kritikan.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution bahkan sempat menilai target pertumbuhan ekonomi 2017 yang hanya dipatok 5,1 persen mencerminkan pesimisme.

"Apakah pertumbuhan tahun depan 5,1 persen, 5,2 persen, atau 5,3 persen, itu masih terbuka untuk didiskusikan dan diperdebatkan, jangan pesimistis dulu," ujar Darmin di Jakarta, Rabu (14/9/2016).

Darmin memahami ada ketidakyakinan di internal Kementerian Keuangan sebagai pemegang anggaran.

Namun, ia mengatakan bahwa sejumlah pihak masih optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan.

Meski begitu, postur APBN 2017 beserta asumsi makroekonomi sudah disetujui Banggar DPR dan hanya tinggal menunggu pengesahan di Rapat Paripurna.

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa postur APBN 2017 dan asumsi makroekonomi telah mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional dan tantangan perekonomian global.

Dengan begitu kata Ani, APBN 2017 akan menjadi APBN yang realistis dan tidak akan menimbulkan spekulasi-spekulasi yang membuat keraguan para pelaku ekonomi.

Nantinya ucap ia, APBN yang realistis akan tercermin dari postur belanja pemerintah pusat dan daerah.

Program-program yang tercantum merupakan program yang akan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

"Desain dan jumlah tingkat belanja negara digunakan untuk mengurangi tekanan yang berasal dari luar dan pada saat yang sama memperbaiki fondasi perekonomian Indonesia, termasuk sisi pertumbuhan perekonomian yang berasal dari sektor-sektor yang tidak terkena imbas dari perdagangan global," kata dia.

Berikut rincian asumsi makro 2017 sebelum dibawa ke paripurna DPR:

- Pertumbuhan Ekonomi 5,1 Persen

- Tingkat Inflasi 4 persen

- Nilai Tukar Rupiah 13.300 per dollar AS

- Suku Bunga SPN 5,3 persen

- Harga Minyak Mentah 45 per dollar AS

- Lifting Minyak 815.000 bph

- Lifting Gas 1,15 juta bph

Adapun rincian postur APBN 2017 sebagai berikut:

- Defisit 2,41 persen dari PDB atau 330,2 triliun

- Pendapatan Negara Rp 1.750,3 triliun

- Belanja Besar Rp 2.080,5 triliun.

Kompas TV Menkeu Nilai APBN Tak "Sehat"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Whats New
Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Whats New
BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

Whats New
IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

Whats New
IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com