Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lobi Sri Mulyani untuk Peringkat "Investment Grade" Gagal Yakinkan S&P

Kompas.com - 27/10/2016, 12:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meyakinkan lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) agar Indonesia masuk investment grade sepertinya bertepuk sebelah tangan.  

Sebab, S&P memberikan sinyal belum akan merevisi status rating atau peringkat Indonesia saat ini.

(Baca: Sri Mulyani Lobi S&P Naikkan Peringkat Indonesia)

Seperti dikutip dari Bloomberg, Director Asia-Pacific Sovereign Ratings S&P Kyran Curry mengatakan, masih sulit bagi S&P memberikan rekomendasi kenaikan peringkat rating untuk negara seperti Indonesia.

Alasan utama yang dipakai kali ini ialah risiko-risiko utang di sektor swasta yang cukup besar. Apa indikatornya?

Menurut Curry, indikatornya ialah adanya peningkatan kredit macet atau non-performing loan (NPL) perbankan yang pada Juli 2016 menjadi 3,2 persen. NPL perbankan naik jika dibandingkan akhir tahun lalu yang hanya 2,7 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, alasan S&P itu tidak bisa diterima. Menurut dia, tidak ada alasan lagi bagi S&P untuk tidak memasukkan Indonesia ke investment grade.

"Semua catatan mereka dari tahun lalu sudah dipenuhi," kata Suahasil, Rabu (26/10/2016).

Catatan S&P untuk Indonesia pada tahun sebelumnya misalnya ialah tentang risiko fiskal akibat penerimaan pajak. Risiko ini sudah dijawab dengan pemangkasan anggaran.

Begitu juga soal rasio utang. Hingga saat ini, rasio utang pemerintah masih dalam batas aman, yaitu masih berkisar 27,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Itu sebabnya, Suahasil menilai pernyataan S&P soal kekhawatiran terhadap kredit macet dinilai terlalu mengada-ada.

Dari catatannya, tingkat NPL perbankan Indonesia masih aman sebab berada di bawah ketentuan maksimal 5 persen.

Suahasil menuding, S&P tidak berniat memasukkan Indonesia ke peringkat investment grade. "Alasan S&P setiap tahun selalu berubah," tuturnya.

Indonesia lebih baik

Ekonom Samuel Asset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan, jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah investment grade, keadaan Indonesia masih lebih baik.

Sebab, ada beberapa negara yang rasio utangnya terhadap PDB di atas 50 persen seperti Filipina. Anehnya, Filipina masuk kategori investment grade menurut S&P.

Lana menilai risiko utang di sektor swasta tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, Bank Indonesia sudah mewajibkan korporat melakukan lindung nilai (hedging) jika utang ke luar negeri.

Selain itu, kesuksesan program amnesti pajak juga membuat sumber pendanaan dalam negeri meningkat.

Lana menilai, pernyataan Kyran Curry bisa saja bukan merepresentasikan penilaian S&P untuk audit mereka yang akan dilakukan pada 2017.

Ini artinya, peluang S&P memberi kenaikan peringkat utang Indonesia yang kini masih di BB+ atau spekulatif masih terbuka. (Asep Munazat Zatnika)      

Kompas TV Indonesia Bidik Peringkat 40 Indeks Kemudahan Usaha


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com